Buku adalah jendela ilmu, membaca adalah kuncinya. Kata-kata mutiara ini rasanya sering tergaung sejak kita masih kecil, tapi mungkin tak sering kita praktikkan. Mungkin pula saat ini kita sering praktik membaca, tapi bukan membaca buku, melainkan membaca caption di media sosial. Akhirnya, kita terbiasa membaca tulisan-tulisan pendek dan instan, lalu tak sabar saat membaca dan menamatkan sebuah buku. Apakah hal itu akan turun-temurun pada anak keturunan kita?
Padahal, membaca buku memiliki segudang manfaat. Selain menjadi gudang ilmu pengetahuan, membaca buku juga bisa meningkatkan kinerja otak, terutama bagi anak-anak. Sayangnya, di zaman (hampir) semua orang memiliki gawai (handphone) dan solusi membuat anak anteng adalah dengan memberikan gawai, anak-anak akhirnya menjadi candu dengan gawai. Jika masa kanak-kanak diisi dengan aktivitas menonton video atau bermain game, sistem kontrol eksekutif otak akan berpengaruh, dan hal ini akan berdampak pada kemampuan anak dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan waktu, berkesinambungan, berhubungan, aturan, kategori, dan sistem. Akibatnya, otak anak tidak terbiasa berpikir dan menjadikan kendali otak anak lemah. Duh, kalau sudah begini, semua akan kena dampaknya.
*selengkapnya di arridlaid.com