Apa sih yang ga kita lakukan dalam hidup ini tanpa memilih? Mau bangun, milih. Mau mandi juga milih. Mau makan, milih-milih (Ya, walau realitanya semua itu tergantung situasi dan kondisi). Bahkan ada cerita, saat kita mau lahir di dunia ini kita disuruh milih dulu. Tapi tapi, terkadang juga aku atau kita itu sering bilang, “ ya, mau gimana lagi.” “Ya” di situ bisa juga diganti pakai, “yaudah lah ya”. Kalimat itu terdengar seolah gaada pilihan dan kitanya pasrah. Kita seolah ok-ok aja, manut-manut aja. Namun, mungkin sebenernya ga begitu. Dikatain tukang pasrah sama orang juga gaenak didengernya kan. Kita ini ada pilihan, cuma mungkin kotakan pilihan-pilihan itu bukan kita yang bentuk.
Tentu, kotakan pilihan ini kebentuk dipengaruhi situasi kondisi tadi. Bisa aja dari ekonomi (yang paling sering terjadi), keluarga (ini juga sering sih), lingkungan atau tempat tinggal (ya .. cukup sering), orang lain, lembaga atau organisasi, peraturan pemerintah, suku bangsa, dan banyak banget yang lain.
Daripada bingung, kaya gini. Misal, yang baru-baru ini soal PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), ada ketentuan buat para peserta didik baru ini milih sekolah barunya. Dari yang aku baca (ini SMA) ada empat jalur. Jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur perpindahan tugas ortu/wali. Dengan empat jalur ini, pendaftar nentuin bisanya dia pakai jalur mana. Nah misal, bisanya di antara zonasi sama prestasi. Eh, rumahnya deket sekolah nih, bearti lewat jalur zonasi. Jarak tempat tinggal dong di sini yang mempengaruhi kotakannya kebentuk. (kalau lewat prestasi kan pakai nilai tu, lebih luas bearti ya cakupan pilihannya, tapi kan yang namanya nilai kan … ya … gitu lah … ga bahas lengkapnya di sini.) Pastinya, walau emang pilihannya terbatas dan mungkin yang kita inginkan gaada dalam daftar pilihan, kita masih bisa milih sekolah-sekolah mana yang ada di zona kita.
Soal ndaftar ke perguruan tinggi juga kurang lebih sama, tapi ditambah pengaruh ekonomi dan keluarga. Kita milih jurusan apa dan di kampus mana pasti lihat-lihat dan ngira-ngira dulu begimana-begimananya. Kalau yang baca ini calon mahasiswa baru agaknya paham betul ya begimananya … hehe.
Hm .. banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhi pilihan kita, yang memang selalu ada dalam kehidupan kita, tapi menurutku ujung-ujungnya juga kita sendiri yang milih atau membuat keputusannya. Memilih sekolah dalam zona kita, ya kita juga yang milih kan. Jurusan? Kampus? Walau terbatas ini itu, kebentur kondisi ini itu, atau “Kamu kuliah/sekolah disini aja, ya”, keputusan “Oke”-nya, “Ngga ah”-nya, nangisnya, marahnya, terpaksanya, atau ikhlas dan cari solusinya, akhirnya itu pilihan pribadi kita, kan. Dalam Man’s Search For Meaning karya Viktor E. Frankl, beliau berpendapat bahwa manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan dipengaruhi; manusia bisa menentukan sendiri apakah dia akan menyerah atau mengatasi kondisi yang dihadapinya. Manusia mampu membuat keputusannya sendiri, pilihan-pilihan pribadinya sendiri. Manusia juga bisa mewujudkan potensi apa yang bisa dia wujudkan lewat keputusannya itu.
Akhir tulisan singkat ini aku tutup dengan salah satu kutipan dari Man’s Search For Meaning,
Manusia memang makhluk yang terbatas. Dan kebebasannya juga terbatas. Kebebasan manusia tidak terbebas dari kondisi. Namun, manusia bebas untuk menyikapi berbagai kondisi.