Sebelum pandemi, Afika mengeluh dan bermuka masam. Saya dekati ia dan duduk di sampingnya sambil menunggu Afika bercerita. Tahun itu adalah pertama kali ia memakai seragam SMP. Mungkinkah ada masalah di sekolahnya? Afika rupanya tidak bercerita, kali ini ia memendam sendiri masalahnya hari itu. Barulah setelah beberapa hari ia mengungkapkan perasaannya, rupanya Afika kesulitan memahami pelajaran di sekolah.
Saya hanya menghela nafas dan mendorong semangat Afika untuk terus belajar, tentu saja tanpa memberikannya alternatif belajar yang seru. Karena memang pada saat itu saya belum tahu banyak informasi media pembelajaran.
Tidak lama berselang, anak-anak diwajibkan sekolah online karena pandemi. Hari demi hari Afika terbiasa mengerjakan tugas di rumah dan mengikuti kelas secara online dari guru-gurunya. Tapi sebagai orangtua di sinilah kecemasan saya timbul. Bagaimana caranya agar Afika belajar optimal selama di rumah dan progres belajarnya terdapat kemajuan?