Pada tanggal 9 Agustus 2021 aku kehilangan seorang ibu yang sangat berarti untukku karena pandemi covid-19, lalu 10 hari kemudian aku kehilangan kakak pertama yang aku sayangi karena penyebab yang sama.Rasanya menghadapi kondisi kehilangan dalam waktu yang berdekatan sangat tidak menyenangkan. Utamanya karena aku sekali lagi tidak bisa melihat mereka disaat terakhirnya, karena aku berada di beda kota. Dalam beberapa hari aku merenung dan tidak tahu apa yang bisa menghiburku. Sebuah film, tidak membantu, mau membaca buku aku bingung karena kata-kata dalam buku tidak membuatku paham.
Sebelum tidur aku melihat ke dalam laciku dan menemukan buku yang masih tersegel. Awalnya aku enggan membukanya karena membaca buku filsafat dalam kondisi seperti itu mungkin bukan saran yang bagus. Tetapi, aku sedang butuh pelarian. Aku putuskan untuk membuka buku itu dan mulai membacanya. Bab pertama aku sedikit tersentuh dengan penjelasannya hingga pada bab 8 dan 9 membuatku semakin menangis.
Buku itu menjelaskan bagaimana kita bisa merelakan hal-hal yang ada di luar kendali diri kita sendiri seperti ketenaran, kehidupan abadi dan bahkan orang-orang yang kita sayangi. Kita tidak bisa mengendalikan segala sesuatu yang ada diluar kendali, karena itu semua milik Ilahi. Ya, benar! aku sangat paham itu, tapi bagaimana cara agar aku bisa menerimanya. Buku itu menjawab bahwa tugas kita adalah melakukan yang terbaik yang kita bisa untuk sesama manusia. Hanya itu!
Semakin aku membaca maka aku pun mendapatkan hal yang selama ini tidak pernah aku sadari. Semasa seseorang itu hidup, kita berupaya untuk membantu sebaik-baiknya yang bisa kita bantu saat mereka hidup. Kita berupaya membantu sesama bukan untuk ketenaran, tetapi untuk kebaikan sesama manusia.