Jika ditanya bagaimana saya ingin keluarga saya tumbuh adil dan memiliki nilai yang setara dalam menunaikan hak dan kewajiban, saya bisa menjawab secara teori dengan nilai A+. Namun, kenyataannya, tumbuh besar di tengah budaya yang menjujung patriarki membuat pola pikir saya ternyata ikut terbawa tanpa saya sadari, padahal saya dengan tegas menolak nilainya.
Pada kenyataannya, patriarki nggak selalu muncul dalam bentuk-bentuk yang senyata itu. Bentuknya bisa sangat abstrak, se-abstrak pikiran dan perasaan. Ibarat tanaman, patriarki tumbuh, tidak subur tapi kerdil, tidak mati tapi ada.
Saya membagikan beberapa hal yang makin saya sadari tentang bagaimana budaya ini bisa hinggap di pola pikir saya, dan baru saya sadari setelah saya menikah.