Salah satu masalah yang terjadi di ruang publik sekarang adalah ketika kita berbicara mengenai ruang publik, seolah kita sedang membincangkan ruang milik laki-laki dan perempuan hanya tamu undangan yang hanya boleh sesekali berkunjung. Maka tak heran, jika ruang publik kita dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan yang didominasi laki-laki. Seperti tanah lapang, begitupun ruang publik seperti taman atau tempat-tempat umum lainnya seolah menjadi haram untuk perempuan pada malam hari.
Pemaknaan dari ruang publik sebagai milik laki-laki, akhirnya menjadi ruang publik menjadi tidak ramah bagi perempuan. Perempuan yang keluar dari area domestik di tengah malam tanpa ditemani laki-laki melintasi ruang publik yang sepi dan gelap, rawan diganggu, merasa tidak nyaman dan aman bahkan akan dikesankan sebagai perempuan nakal, perempuan yang berkumpul di ruang publik taman di siang haripun, tak jarang mendapatkan pelecehan-pelecehan verbal, berupa suit-suitan.
Itu tentu saja tidak adil, karena seharusnya ruang publik dimaknai sebagai ruang untuk menghargai perbedaan, ruang bertemunya semua kelompok manusia, baik perempuan maupun laki-laki, kaya maupun miskin, tua maupun muda, untuk berinteraksi secara setara, yang harus terbebas dari rasa takut, sehingga tercipta kenyamanan bersama walaupun dalam perbedaan.
Ruang publik harus dikendalikan kepada fungsinya sebagai ruang aktualisasi diri semua jenis kelamin dalam mengekspresikan perbedaan. Spontanitas dan kreativitas adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di ruang publik. Ruang publik tidak boleh menjadi ruang kepentingan satu golongan yang akan membatasi ekspresi golongan tertentu sehingga harus dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah atau kelompok tertentu.
Ruang untuk ekspresi perempuan masih jauh dari semangat kesetaraan sehingga potensi-potensi bessar yang dimiliki oleh perempuan tidak tersalurkan. Perempuan dianggap sebagai the second sex sehingga mendapatkan diskriminasi dalam berbagai aspek. Di bidang pekerjaan perempuan dianggap lemah sehingga diposisikan pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih rendah dari pada laki-laki.
Saya kira perempuan tidak akan sukses, jika lingkungan sekitarnya tidak merasakan perannya dalam masyarakat, karena aktualisasi harus dimulai dari lingkungan sekitarnya, sebelum ke masyarakat luas. Peran perempuan sendiri di masyarakat luas tergantung perspektif perempuan, dan tergantung dari pilihan-pilihan mereka masing-masing.
Sedangkan Kepala Pusat Gender dan Anak LP2M UIN Alauddin Makassar, Dra.HJ.Hartini, M.Th.I. menambahkan, perempuan mempunyai potensi sama dengan laki-laki, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk menyalurkan kemampuan yang dimilikinya.
Pesan perempuan di masyarakat luas, harus beriringan dengan kewajiban dalam lingkungan sekitar juga terutama dalam lingkungan sekitar, sehingga perlu adanya dukungan dari lingkungan sekitar, katanya.
Tambahnya, perempuan juga menuntut haknya, karena perannya sudah dilindungi oleh undang-undnag, agama, dan budaya. Seperti, hak menikmati pembangunan dan ikut membangun dan merasakan manfaat dari pembangunan yang ada.
Jadi kaitannya dengan ruang publik pemerintah juga harus membuat peraturan khusus terkait dengan ruang publik ramah perempuan, seperti bisa menjalin rasa aman dan nyaman bagi perempuan, untuk menjaga keseimbangan peran dalam kehidupan bermasyarakat sehingga perempuan akan lebih aman dan nyaman dalam mengekspresikan dirinya.
Harapannya, kerja sama yang tercipta antara pemerintah, penyedia ruang publik dan pengguna ruang publik akan menciptakan keharmonisan dalam interaksi sosial, sehingga ruang publik tidak lagi hadir dengan wajah yang tak ramah, tetepi penuh rasa keadilan, setara dan tidak saling mengeksploitasi.
