“Qadarullah, Yaya dikonfirmasi positif Covid-19,” jawab Kak Daliya di grup yang membuat badanku panas dingin.
Pertanyaan demi pertanyaan diajukan untuk Kak Daliya. Mulai dari gejala, kondisi, pengobatan, dan setelah dinyatakan sembuh kembali. Kak Daliya bercerita semuanya. Detil sekali. Termasuk penolakan masyarakat terhadapnya. Terutama di lingkungan kerja. Orang-orang mulai menjaga jarak dan tidak mau berkomunikasi dengannya. Seolah dari suara pun akan menularkan virus.
Rasa sedih, rasa terbuang, juga rasa-rasa yang lain muncul. Sementara banyak orang yang tidak mau memeriksakan diri aman-aman saja berkeliaran. Siapa yang tahu jika mereka adalah para pasien Covid-19 dengan status Orang Tanpa Gejala. Mereka tidak menyadari dan menolak mengakui itu.
“Arumi kan sering bolak balik di perjalanan. Coba sesekali melakukan tes Covid-19. Uang bisa dicari, tapi kesehatan tidak,” kata Kak Daliya. Nyaliku menciut juga ketika disarankan begitu. Bagaimana pun aku tidak siap dengan vonis positif dari hasil tes.
Ketakutan bukan tidak menghantuiku. Setiap melakukan perjalanan dengan mobil penumpang umum, aku selalu was-was. Apalagi melihat cueknya masyarakat dengan pandemi ini. Seolah apa yang mereka dengar dan tonton di TV setiap hari hanya gurauan saja.