Saya teringat, di tahun 2014 lalu, papinya anak-anak ketahuan suka chat-chat mesra sama mantan pacarnya, yang sudah menikah dan punya anak juga.
Tuh mantan pacarnya itu, menanggapi juga.
Ternyata, setelah liat-liat status facebooknya (oh ya, si mantan itu ternyata berteman dengan saya di FB loh, waktu itu), ternyata dia menjalani LDM dengan suaminya.
Sang suami, sepertinya sih bekerja di Kalimantan, di sebuah perusahaan yang bergengsi.
Ketika tahu hal itu, dulunya saya pengen bilang ke si Mbak itu,
“Mbak, masih ada perasaan kah kalian? noh ambil tuh mantanmu, tapi kita tukaran suami, ya!”
Wakakakaka.
Akoh, mau dong punya suami yang karirnya selalu menanjak, nggak yang stuck aja di situ-situ aja, bahkan kegilas oleh para generasi muda sehingga sering jadi pengangguran.
Si Mbak mantan pacarnya itu, sepertinya orang Surabaya, punya keluarga di Surabaya. Punya 2 anak yang ganteng dan cantik. Dan masih punya waktu me time, tanpa digelondotin anak mulu.
Intinya, si Mbak itu, punya suami dengan pekerjaan yang bagus, gaji besar, uang bulanan terjamin. Ada keluarga yang selalu bantuin jagain anak.
TAPI MASIH BISA-BISANYA LADENIN CURHAT SUAMI ORANG!
Nah, saya tuh jadi sering membandingkan diri dengan si Mbak itu.
Saya yang sekarang hidup seorang diri di perantauan, coba mengemis keluarga di keluarga bapakeh anak-anak, malah berakhir trauma.
Akhirnya berdamai dengan sebatang kara sambil hidup mengurus anak-anak.
Bapakeh kerja jauh di pulau lain, jujur saya nggak tahu di mana tempat kerjanya. Terakhir sih dia pernah bilang di Medan.
Tapi tepatnya di mana, dan sampai kapan, gajinya berapa, saya nggak tahu.
Dan jujur, saya juga nggak peduli sih, karena udah menemukan cara untuk berdamai, ya jangan coba cari tahu lebih dalam. Yang penting duitnya ada, hahaha.
Selama setahunan kemaren kan, luar biasa banget perjuangan saya sebagai single fighter mom, rasa janda beneran, wkwkwkw. Makanya saya sering digodain teman-teman laki. Itu pulak kali yang ada di otak eyangnya anak-anak, menganggap saya jablay, hoeks.
Dari yang harus keliling Surabaya bertiga sama anak-anak naik motor, demi mencari sekolah buat anak-anak. Lalu bolak balik ke rumah eyangnya anak-anak, dari yang bantu urus eyangnya yang sakit sebelum akhirnya meninggal.
Lalu bolak balik ke acara tahlilannya.
Kemudian memutuskan tinggal di rumah eyangnya anak-anak, karena eyang kakungnya sendirian setelah ditinggal istrinya.
Itu semua, diikuti dengan ‘usung-usung‘ barang sendiri loh.
Bolak balik ke rumah eyangnya, sambil naik motor dengan menggembol barang seabrek dan membonceng 2 anak, Mana si Adik tidur pulak di jalanan.
Luaaarrr biasa banget sih kalau diingat-ingat.
Lalu akhirnya, trauma tinggal di rumah mertua. Mulai lagi gembolin barang naik motor pindah ke kontrakan kecil di Surabaya. Sambil membawa luka dan sakit hati tak terperihkan sebenarnya ya.
Bayangin aja, sudah mati-matian saya berbakti kepada keluarga bapakeh anak-anak.
Ibunya sakit, saya ikut mandiin, gantiin popoknya.
Sebenarnya sederhana sih hal itu, kalau terjadi sama orang lain. Tapi ini terjadi sama si Rey dong, si mahluk jijikan se antero jagad ini, mau ikutan gantiin popok kotor ibunya.
(Maapin yak jadi diungkit, karena serius, sakit hati ini membekas banget!)
Jujur, saya melakukan hal itu dengan ikhlas, nggak berharap apa-apa kepada bapakeh anak-anak, karena sudah belasan tahun dikecewakan oleh bapakeh dan udah ribuan kali kecewa.
Saya cuman ingin menunjukan, bahwa saya selalu berusaha maksimal dalam menjalani hidup. Sehingga tidak akan melewatkan momen apapun untuk berbuat baik.
Tapi, ternyata saya memang manusia biasa, bilang ikhlas, tapi hati tetap saja sakit diperlakukan tidak adil oleh keluarganya, oleh dia sendiri.
Ebentar, ini apa hubungannya sama si Mbak yang ketahuan chat sama bapakeh anak-anak ya?, hahaha.
Selengkapnya di blog reyneraea.com