Jujur nih ya, saya lupa bagaimana tepatnya tantrum yang terjadi pada anak-anak saya. Penyebabnya adalah, karena anak-anak memang tidak pernah melakukan tantrum yang bikin saya kewalahan.
Sejak si Kakak masih kecil, saya selalu memperlakukan si Kakak bayi sebagai raja, tapi tetap menunjukan bahwa maminya adalah ibu surinya, hahaha.
Which is, sehebat apapun tindakan si Kakak bayi dalam menerima kasih sayang parents-nya, tetap maminya yang berkuasa, wkwkwkw.
Jadi, ketika si Kakak masih bayi hingga balita, dia tidak pernah benar-benar tantrum sampai bikin saya kewalahan.
Terlebih, ketika saya baru punya satu orang anak, tipe parenting yang lebih saya tekankan adalah, mengajarkan anak tentang pengendalian diri.
Jadi, boro-boro saya membatasi atau mengalihkan perhatian anak dari hal-hal yang bikin dia tantrum. Misal, ketika main ke mall, jika parents lainnya memilih menghindari tempat yang rawan bikin anak tantrum, misal tempat jualan mainan. Saya malah mengajak anak mampir ke toko mainan, hahaha.
Tentunya, dengan sounding terlebih dahulu, bahwa maksud kami mampir hanyalah melihat-lihat saja. Setelah di dalam apakah si Kakak kecil akan nurut dengan hanya melihat-lihat saja?.
Oh tentu saja, tidak beibeh! hahaha.
Ada masa ketika dia manyun, sampai berkaca-kaca dan mulai ingin menunjukan tantrumnya. Kalau udah gitu, ya udah saya tinggalin aja, wakakakak.
Lalu, dengan terpaksa si Kakak mengikuti maminya yang memang nggak bisa dilawan secara frontal gitu. Apakah dia kecewa? tentu saja!.
Tapi maminya selalu punya cara untuk membuat mood-nya kembali membaik, salah satunya dengan pelukan.
Selengkapnya di blog parentingbyrey.com tentang cara mengatasi tantrum pada anak