Tiga tahun setelah terbit, aku baru bisa membaca novel Babel, karya R. F. Kuang. Ini adalah karya Miss Kuang pertama yang aku baca. Sebelum membaca novelnya, aku nggak membaca blurb, review atau sinopsis. Aku hanya tahu informasi bahwa ini adalah novel yang membahas tentang bahasa dan penerjemahan, sisanya aku nggak berekspektasi apapun...
Disclaimer: Kamu nggak akan dapat kritik negatif di tulisan ini, karena aku suka banget, tapi, aku tetap terbuka dengan diskusi dari sudut pandang yang berbeda 🙂
Sinopsis
Adalah Robin, seorang anak asal Kanton, Tiongkok, dibawa ke London oleh seorang Professor yang bilang akan memenuhi semua kebutuhannya, syaratnya hanya satu, belajar tekun hingga ia bisa masuk ke Royal Institute of Translation Oxford. Sebuah institut pusat penerjemahan terbesar yang dimiliki Kekaisaran Britania.
Robin dan teman-temannya menikmati kehidupan selama menjadi akademisi Babel. Babel bisa dibilang adalah wujud nyata dari mimpi, passion, dan kemakmuran yang Robin cita-citakan. Namun, Babel menyimpan dunia yang lebih gelap, yang selama ini dilanggengkan oleh Kekaisaran Britania. Di balik 'akrobat' penerjemahan bahasa yang dilakukan oleh para penerjemah di Babel, ada permasalahan pelik yang membuat mereka mempertanyakan kembali, apakah ini benar-benar yang mereka cari atau justru menggunakannya sebagai titik balik perlawanan?
Awalnya aku pikir, Babel adalah novel yang membahas tentang akar bahasa-bahasa, tapi, jauh lebih dalam dari itu, di novel ini bahasa adalah alat yang digunakan untuk eksploitasi. Kuang dalam bukunya juga sangat terang-terangan dalam menceritakan tentang kolonialisme, rasisme, diskriminasi gender, perang opium, eksploitasi, revolusi industri dan penghapusan budak.