fbpx

Books Review : Seperti Sungai yang Mengalir, Sebuah Karya dari Paulo Coelho

26 November, 2021

Beberapa waktu yang lalu, setelah saya selesai membaca bukunya yang berjudul The Alchemist, Paulo berhasil membuat saya ingin menambah porsi makan buku-bukunya yang lain. Sampailah saya pada ‘Like the Flowing River’ yang dalam Bahasa Indonesia kita menyebutnya ‘Seperti Sungai yang Mengalir’ dan juga ‘Aleph’.

Seperti sungai yang mengalir banyak sekali menghadirkan cerita-cerita Paulo dalam sehari-hari. Dia selalu menuliskan apa yang terjadi dalam kesehariannya dan selalu menemukan hal kecil yang bisa dipelajari. Cerita-cerita dari kejadian bahkan sesuatu yang sederhana bisa dikemas Paulo menjadi suatu pembelajaran hidup yang luar biasa.

Seperti contohnya saja, kisah sebuah pensil yang ternyata jika kita amati dalam-dalam kita bisa mendapatkan pelajaran dari sebuah pensil itu sendiri. Pemanah dan busurnya, Arti sebuah gelar, Semesta di dalam jiwa, Kisah sepotong arang, Tentang buku-buku di perpustakaan, Praha 1981, Batu bata yang hilang, dan banyak lagi daftar judul dalam buku ini

Setiap membuka chapter baru, setiap itu juga saya mendapatkan pesan moral yang kadang saya baru menyadarinya sebagai pesan-pesan kehidupan. Paulo Coelho adalah seorang penulis yang menyatakan bahwa dirinya sangat suka dengan ‘Sufi tradition’ alias Sufism kalau dalam Bahasa Arab kita menyebutnya tasawuf. Dia terlahir dan besar di keluarga katholik, bahkan dia mengakui kepercayaan sebagai pemeluk Katholik. Namun, pendiriannya menunjukkan seperti  tidak kompatible dalam kepercayaanya. Alasannya karena its New age, patheist, and relative contents. Keren sekali. Makanya kenapa, karya-karyanya selalu memberikan pesan-pesan yang tidak hanya bisa diterima dalam satu lingkup kepercayaan atau satu kubu saja. Tapi semua kubu, lebih tepatnya seperti “Ya sebagai manusia”.

Beberapa cuplikan chapter cerita di bukunya sebagai berikut :

Di dermaga Miami

“Apa kau ingat film The Ten Commandments?” seorang teman bercakap di dermaga Miami bersama kawan lainnya.

“Tentu aku ingat. Ada adegan ketika Musa – yang diperankan Charlton Heston – mengangkat tongkatnya, lalu air laut pun terbelah, dan bangsa Israel bisa menyebrang.”

“Padahal di Alkitab tidak demikian,”

“Di Alkitab, Allah berkata kepada Musa, ‘Berbicaralah kepada bangsa Israel dan suruhlah mereka berjalan terus.’ Sesudah itu barulah Dia menyuruh Musa untuk mengangkat tongkatnya, dan Laut Merah pun terbelah. Jalan itu tercipta setelah ada keberanian untuk menempuhnya.

Dari Gelap menjadi Terang

Seorang Rabi mengumpulkan murid-muridnya dan bertanya kepada mereka :

“Bagaimana kita tahu, kapan persisnya malam hari berakhir dan terang hari dimuai?”

“Kalau sudah cukup terang untuk membedakan domba dari anjing,” sahut salah seorang murid.

Murid lain berkata “Tidak, kalau sudah cukup terang untuk membedakan pohon zaitun dari pohon kurma.”

“Tidak, itu juga bukan definisi yang bagus.”

“Nah, kalau begitu, apa jawaban yang benar?”Tanya semua murid

Dan Rabi itu berkata,

“Kalau seseorang asing menghampirimu dan kau menganggap dia saudaramu, dan semua perselisihan lenyap, saat itulah malam berakhir dan terang hari dimulai.”

Lagi, masih banyak cerita lainnya yang lebih seru dari buku ini dan Paulo selalu berhasil menghadirkan ccerita khas-khasnya. Iya, bagus. Oh tidak! Buagussss.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Santi Agstn
An amateur.

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

calendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram