Selama masa pandemi covid19 pada 2 tahun lalu, banyak banget hal yang buat diri kita lebih luas melihat dunia. Klise, tapi memang begitulah.
Karena covid19, hampir segala aspek terkena imbasnya. Kalau kita hanya melihat dari satu sisi saja bahwa virus ini bisa menyerang tubuh atau merumahkan para pekerja, maka coba lihat dari sisi lain.
Misalnya, dalam dunia pendidikan. Kebetulan 2 tahun yang lalu, saya masih berprofesi sebagai guru di salah satu kota swasta di Duri (Blok Rokan). Mulai Senin hingga Sabtu, sekolah online tetap berjalan walaupun durasi belajar per mata pelajaran di persingkat. Jika pada hari normal jam sekolah dari pukul 7 pagi sampai 4 sore, maka selama pandemi hanya maksimal 4-5 jam saja sehari.
Kalau ditanya bagaimana rasanya harus duduk selama itu di depan laptop, maka jawaban saya sangat melelahkan terutama mata dan pinggang. Ya mau bagaimana lagi, saat sekolah lain sedikit demi sedikit memulai pembelajaran tatap muka, sekolah kami masih diprioritaskan untuk belajar dari rumah. Mengapa? Karena letak sekolah persis di dalam Komplek Pertamina (dulunya bernama Caltex lalu berubah menjadi Chevron).
Saat sesi belajar via Google Meet, saya sempat menanyakan pada anak-anak apa kendala mereka saat belajar dari rumah. Mayoritas menjawab tidak fokus. Walaupun mereka duduk tenang dan menyimak guru di layar laptop/hp mereka, tetap saja pelajaran tersebut tidak mereka pahami, apalagi untuk materi yang konon katanya sulit dan kebetulan saya pegang, mata pelajaran fisika.