Ini hari yang menegangkan sekaligus penuh haru, setidaknya untuk perasaanku. Handle koper kutarik ke atas. Dua rodanya mulai berputar membentur keramik lantai. Ini terakhir kalinya aku mengunci pintu rumah kontrakan yang baru beberapa bulan kami tempati. Derak suara pagar tak membuat si Boy – kucing tetangga satu komplekku – datang seperti biasa. Semoga Boy tetap baik-baik saja, meski harus kehilangan satu kebiasaannya – makan di teras rumah yang sengaja aku beri.
“Kita ga sempat ke candi. Jangan merajuk. Nanti kalau sudah ga covid kita jalan-jalan.” Begitu caranya menghiburku meski tetap dengan wajah yang tak pernah manis.
Dia mengantarku lebih dulu ke Terminal Bus Efisiensi jurusan Cilacap-Yogyakarta, lalu pergi ke jasa ekspedisi untuk mengirim barang terakhir kami – sepeda motor. Setengah jam kemudian dia kembali dengan buru-buru. Bus segera meninggalkan kota industri, kota di mana dia memulai karier sebagai pegawai salah satu perusahaan milik negara bidang pembangkitan tenaga listrik.