Nenek Iyah, panggilan akrab dari Heniah (80) yang tinggal Karangbaru, kecamatan Tukang Kayu, Banyuwangi. Setiap malam minggu ia duduk di teras di kelilingi oleh cucu-cucunya serta beberapa anak di rumahnya. Pukul setengah delapan malam selepas suara toa masjid berhenti. Para cucu Dodo (15), Adit (12), Yanti(9), Ratna (7) dan Adinda (4) sudah siap menanti di teras rumah Nenek Iyah. Mereka bersama dengan beberapa anak tetangga dari Karangbaru siap menunggu sang nenek.
Mereka bukan menunggu diberi angpau seperti tradisi Imlek atau saat lebaran tiba, tapi yang mereka tunggu sang nenek mengisahkan lakon-lakon mitologi dari kisah-kisah pewayangan.
Nenek Iyah datang dengan pakaian kebayanya, sanggul dari rambut putihnya dan tentu saja, inang sirihnya yang membuat mulutnya memerah. “Wis teko kabeh?” tanya nenek yang artinya apakah anak-anak sudah datang semua. Dengan serempak dan antusias mereka menjawab, “Inggih, Mbah!” Nenek Iyah mulai menceritakan kisah Bhatara Bayu.
Singkat ceritanya, ketika dewa-dewa berkumpul tiba-tiba salah satu dewa yaitu dewa Indra berinisiatif untuk membuktikan siapa dewa paling kuat. Semua dewa mencoba keahliannya kepada manusia, tapi hasilnya manusia masih bisa bertahan hidup. Tiba giliran Bhatara Bayu yang kemudian menarik udara di bumi dan seketika manusia kehilangan nafas dan nyawanya.