Di dunia ini pencapaian itu berbeda-beda, ada yang menilai pencapaian tertinggi saat ia bisa menggapai segala keingannya, atau saat ia merasa berkecukupan soal materi dalam kehidupannya.
Namun tidak semua beranggapan sama soal pencapaian tertinggi dalam hidupnya. Beberapa masyarakat termasuk aku sendiri menganggap pencapaian itu sebagai suatu target yang harus di capai, dan bisa sudah tercapai akan ada keinginan lain untuk mencapai keinginan lainnya yang mungkin belum bisa aku gapai saat ini.
Misalkan, pencapaian soal pekerjaan yang semuanya memiliki cerita manis maupun pahit dan tidak semua orang akan tahu, bahkan orang lain hanya melihat sisi keberhasilan seseorang, tanpa melihat bagaimana ia berjuang untuk mendapatkan posisi tersebut.
Aku ingin sedikit bercerita tentang pencapaianku saat ini..
Mengapresiasi diri sendiri perlu bahkan di wajibkan bagi siapapun yang merasa sayang pada dirinya, karena yang tau kita, hanya diri sendiri dan orang lain hanya tahu dari sisi luarnya saja. Bahkan yang mampu bertahan dalam keadaan apapun hanya diri sendiri, meskipun orang lain dekat dengan kitapun akan kalah dengan diri sendiri yang setiap saat tahu apapun yang sedang difikirkan bahkan keinginan 5 tahun kedepan.
Berbicara soal perjalanan dalam mencapai sesuatu itu tidaklah mudah. Perjalananku mungkin tidak sehebat yang orang lain miliki, tapi bagiku bertahan hingga saat ini sungguh menjadi suatu hal yang sepantasnya aku syukuri dan banggakan.
Sejak kecil, aku diajarkan rasa tanggung jawab dan kemandirian. Tanggung jawab terhadap diri sendiri misalnya.
Saat usiaku masih 5 tahun mungkin, kemandirian yang diajarkan keluarga mulai tertanam, sebagian orang masih terbiasa dengan kasih sayang keluarga, pergi sekolah di antar bahkan di jemput atau jalan-jalan bersama keluarga, berbeda dengan diriku yang harus bisa berangkat sendiri dan tidak tahu yang namanya liburna keluar rumah, hanya tahunya hari minggu dilewati bermain bersama saudara.
Kemandirian mulai tertanam juga saat uang saku yang sangat pas, bila tahun 2002 dulu uang Rp. 1000 sangat berharga, sedari betul aku diberi uang saku Rp. 1000 dari SD hingga menginjak ke SMP, alasan orang tua begitu karena jarak dekat dengan rumah, padahal bukan itu alasannya.
“Menahan godaan makanan kantin yang harganya lebih dari uang saku, atau harus puasa jajan demi besok bisa beli yang aku ingin makan, semuanya butuh tanggungjawab pada diri sendiri, jika mau salah satu harus dikorbankan, begitu gambaran kecilnya,”
Bukan soal orang tua tidak bisa memberi uang saku lebih, tapi semua itu aku mengerti setelah tahu rasanya mencari uang untuk diri sendiri terlebih dahulu, menginjak bangku SMK bukan tanpa main godaannya, bersyukur sejak kecil di ajarkan kemandirian, sehingga perlahan bisa mengatur keuangan sendiri, karena benar-benar mengatur keuangan bukan hal yang mudah.
Jarak rumah yang lumayan jauh, karena sekolahku kali ini terletak di pusat perkotaan sehingga harus naik angkot untuk sampai di sekolah. Setiap pagi harus sabar menunggu datangnya angkot sampai harus desak-desakan dengan penumpang yang akan perg ke pasar, risih ga tuh? karena kita sudah rapi menuju sekolah harus duduk berdempetan dengan pedagang ikan yang masyaallah nikmat sekali baunya.
Menunggu datangnya angkutan buat khusus anak sekolah, sayangnya aku bukan orang yang banyak bergaul, sehingga selalu full untuk kendaraan umum untuk anak sekolah karena mereka semuanya satu tim atau satu wilayah sehingga bisa dibarter, jadi mau gak mau harus berdempetan dengan ibu/bapak yang akan ke pasar.
Uang saku juga sama, harus di minimalisir sebaik mungkin karena harus dibayarkan dengan ongkos angkutan juga, bila tidak bisa mengolahnya dengan baik bisa jadi gak ada uang untuk naik angkutan. Sumpah itu hal yang menurutku sangat sedih, ketika teman lainnya bisa enak tanpa mikir uang, aku yang di dalam hati mikir kalau beli ini uangku gak cukup buat pulang, jadi harus tahan dulu.
“Lucunya lagi bila ada teman yang tanya, kenapa gak beli dan jawabanku cukup mencengangkan sih, yaitu KENYANG, masyaallah, padahal perut lapar sekali pengen juga beli itu tapi mau gimana, jadinya duduk di kursi kelas atau sekedar baca buku meskpun gak tahu juga apa yang di baca”
Kenangan-kenangan indah itu tidak mudah dilewati bagi orang yang merasa berkecukupan soal materi, bukan karena orang tua gak mampu untuk memberikanku uang saku lebih, tapi mengajarkan anak untuk mandiri sejak dini itu membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Alhasil, dari kebiasaanku dengan uang saku seperti itu bisa membuatku memilih untuk meneruskan rasa kemandirian, seperti ingin memberi barang atau hal yang aku inginkan, ditabung dulu baru beli jadi tidak mudah membeli barang hanya karena MAU tapi harus dari KEBUTUHAN.
Pencapaian tertinggiku untuk seusiaku saat itu, saat teman yang lain masih sibuk untuk kuliah aku malah sibuk mengatur jadwal kuliah dengan mengajar. Karena sebelum aku masuk kuliah, ada jeda waktu menunggu awal masuk pelajaran baru di Kampusku, aku mengajar anak TK di wilayahku, saat itu mungkin gajinya tidak seberapa, hanya 30 ribu dalam satu bulannya.
Gaji yang menurutku masih sangat minim sekali bagi mereka yang sudah lama atau memang jurusannya, aku bekerja disana sekedar bantu-bantu awalnya karena memang kepala sekolahnya saudara sendiri sembaru mencari uangĀ meskipun tidak seberapa, tapi Alhamdulillah bisa buat tambahan uang bensin pas kuliah.
Berjalan beberapa tahun, saat ada praktikum untuk jurusanku entah kenapa aku suka sekali melihat kantor itu, dan sebelumnya pernah ada rasa ingin sekali kerja di kantor ini. sungguh ajaib dong, doa ku terkabulkan, belum lulus kuliah alhamdulillah di tawari bergabung kerja dan sampai sekarang tetap bekerja di kantor tersebut.
Masyaallah, doa terbaik selalu Allah kabulkan…