Garis Batas adalah buku kedua Agustinus Wibowo setelah Selimut Debu yang berisi perjalanannya di Afghanistan. Garis Batas langsung melanjutkan cerita dari buku selanjutnya, yaitu dengan memasuki Asia Tengah dari perbatasan darat dengan Afghanistan. Judul Garis Batas diambil karena dalam buku ini, Agustinus sering kali merenungkan kehidupan manusia yang terpisah-pisah oleh garis batas, salah satunya adalah batas negara. Garis batas sungguh terasa ketika kita akan pindah dari satu negara ke negara lainnya. Melewati petugas imigrasi, diperiksa paspor dan visa, mungkin diminta pungutan liar, lalu memasuki wilayah tempat berlakunya hukum dan mata uang yang berbeda.
Negara yang pertama dikunjungi Agustinus adalah Tajikistan, kemudian Kirgizstan, kemudian Kazakhstan, Uzbekistan, dan terakhir Turkmenistan. Semua negara tersebut merupakan pecahan dari Uni Soviet dan memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu sama lain, dengan norma masyarakat yang terkadang berbeda jauh. Ada negara yang sangat ingin memisahkan diri dengan sejarah Sovietnya sehingga berusaha keras menghilangkan bukti-bukti konkret sejarah tersebut. Mereka menghancurkan patung Soviet, menamakan ulang jalan dengan nama pahlawan-pahlawan nasional, dan mengesampingkan warga keturunan Rusia sehingga mereka sekarang menjadi warga kelas dua. Ada juga yang masih mengenang romansa masa lalu di bawah Soviet ketika hidup mereka lebih mudah. Setiap warga memiliki pekerjaan masing-masing dan diberikan makanan dari Pusat. Mereka hampir tidak pernah merasakan kekurangan. Ada lagi negara yang menutup diri rapat-rapat demi mewujudkan Abad Emas versi mereka sendiri.
Menurutku ini adalah bacaan yang menarik, menambah pengetahuanku soal negara-negara yang sangat jauh dari kita dan jarang dibahas di berita, ditambah juga dengan renungan-renungan penulis soal identitas dan garis batas yang memisah-misahkan manusia.