Carut-marut rezim Jokowi semakin membuat masyarakat muak. Di bulan kemerdekaan Indonesia yang ke 79 ini, justru Jokowi semakin superior. Perlu kita ketahui bersama apa saja dosa yang dilakukan Jokowi selama masa kepemimpinannya yakni; dinasti dan oligarki politik, pelemahan institusi demokrasi, TNI di ranah sipil, konflik papua tak kunjung selesai, runtuhnya sistem pendidikan, watak patron-klien kepolisian, politisasi kejaksaan, pelemahan KPK, kegagalan menangani HAM berat, carut-marut mengelola APBN, kartelisasi politik pada pemilu 2024, memonopoli sistem peradilan (MK) yang sampai hari ini terus dianulir demi kepentingan dirinya. Setelah mengobrak-abrik sistem demokrasi pilpres 2024, dengan kekuatan penguasa negara yang superior itu Jokowi juga akan memonopoli Pilkada 2024.
Baru-baru ini seperti yang kita ketahui deklarasi Ridwan Kamil dan Suswono sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKI) dalam Pilkada serentak 2024, mereka didukung oleh koalisi besar 12 partai. Ini adalah pertanda bahwa demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 12 Partai yang tergabung untuk mengusung RK adalah sebuah upaya untuk memonopoli kekuasaan yang dirancang untuk menghilangkan oposisi dan membungkam perbedaan pendapat. Bagaimana tidak, demokrasi yang sehat seharusnya memberikan hak sepenuhnya kepada rakyat untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin baik kedepan. Namun tumpukan koalisi ini justru melumpuhkan pilihan tersebut. Yang kita saksikan saat ini bukan lagi tentang stabilitas demokrasi melainkan sebuah konsolidasi kekuasaan yang tidak ingin memperpanjang dominasi politik segelintir elit.
Hal ini tentu tidak hanya terjadi pada pilkada Jakarta, fenomena ini akan cepat menyebar keseluruh wilayah Indonesia, sebab para elit kekuasaan tidak ingin kehilangan antek-anteknya dimanapun ia berada. Mereka akan terus menjadi kontrol di semua penjuru untuk tetap bersekutu dan menumpuk kekuasaan. Sehingga adanya pemilu yang alih-alih menjadi sistem demokrasi bangsa hanyalah formalitas kosong tanpa pilihan nyata bagi rakyat.
Dengan adanya fenomena tersebut MK memberi putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan selasa (20/8). MK mengubah aturan pencalonan kepala daerah yang sebelumnya didasarkan pada jumlah kursi di DPRD, kini menjadi berdasarkan presentase suara dari jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dari perubahan tersebut sangat memungkinkan partai-partai kecil yang tidak tergabung dalam koalisi besar masih bisa mencalonkan kandidat terbaik mereka. Seperti PDI-P yang sebelumnya kekurangan kursi untuk mencalonkan kandidat gubernur, sekarang tetap bisa mencalonkan tanpa harus tergabung dengan koalisi besar. Setelah terjadi keputusan MK tersebut yang notabene MK adalah sistem peradilan tertinggi Indonesia, ada banyak penolakan sehingga tetap dianulir oleh DPR-RI kita. Keputusan MK ini bersifat final dan mengikat, ada banyak putra-putri terbaik bangsa yang layak untuk menjadi pemipin tanpa harus di usung koalisi partai besar mengapa tetap harus dianulir menjadi RUU pilkada? Entah siapa yang bertanggung jawab dalam sistem demokrasi kita, yang jelas dengan adanya putusan MK diatas menjadi harapan baru bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain permasalahan yang telah diuraikan tersebut, ada banyak sekali fenomena lain yang dirancang oleh Jokowi. Skenario lama memperpanjang masa jabatan presiden tentu menjadi acuan untuk memperpanjang kekuasaan dan mempersiapkan setelah Jokowi lengser nanti. Namun cara-cara yang diinginkan Jokowi juga banyak yang gagal, goalnya adalah menjadikan anaknya (Gibran) sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo, tentu hal tersebut juga upaya Jokowi untuk terus melanggengkan kekuasaanya. Belum lagi persoalan rencana menunggangi Partai Golkar, partai besar yang cukup superpower untuk menjadi tameng Jokowi kedepan. Ini semua patut disayangkan karena semua orang-orang yang dirasa mampu menaklukan Jokowi ternyata tiarap tunduk dan patuh pada rencana Jokowi. Hal ini justru menunjukkan demokrasi di Indonesia hanyalah ilusi. Setelah secara terang-terangan mengobrak-abrik kontitusi tentu merusak citra institusi demokrasi. Dan yang sangat disayangkan adalah partai-partai besar kita, dari sekian banyak kekuatan yang mereka miliki semua hanya tunduk pada kekuasaan yang dholim ini.