Pekerjaan domestik saat berpuasa sangatlah serius bagi perempuan terutama terkait dengan hal masak memasak. Bagi keluarga yang suami atau ayah bekerja dapat dipastikan bahwa pekerjaan itu pada umumnya dilakukan oleh sang istri atau ibu, terutama bagi yang tidak memiliki asistem rumah tangga. Bagaimana dengan pasangan suami-istri yang sama-sama bekerja dan tidak memiliki asistem rumah tangga? Siapa yang akan bertanggung jawab atas pekerjaan masak memasak ini?. Pada umumnya masih perempuan. Karena merekalah yang tetap belanja meskipun sibuk di luar rumah. Kenapa hal ini masih terjadi?.
Ada beberapa alasan, kenapa tugas perempuan yang masuk ke dunia publik dan produksi (mencarai nafkah) tidak disertai dengan tugas para laki-laki untuk membantu masuk ke dunia domestik dan reproduksi (pengasuhan). Alasan pertama, secara ekonomi tidak ada lembaga yang akan memberikan gaji kepada seorang bapak yang ikut mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan ikut menyuapi anak. Sementara, perempuan yang masuk ke dunia publik dan reproduksi pasif secara ekonomi menguntungkan. Kedua, secara sosiologis masyarakat belum banyak yang menerima adanya laki-laki yang ikut bertanggung jawab pada urusan domestik dan reproduksi. Ketiga, masih banyak penafsiran yang terjadi di masyarakat bahwa pekerjaan domestik dan pengasuhan bukanlah pekerjaan laki-laki. Permasalahan ini dapat menimbulkan persoalan kesetaraan gender jika tidak dibicarakan dan dikomunikasikan dengan baik pada masyarakat lainnya.
Dampak dari ketidakadilan dan ketidaksetaraan yaitu tidak jarang terjadi beban lebih bagi perempuan. Di masyarakat masih banyak diyakini bahwa perempuan mempunyai 5 peran yaitu, ibu dengan pekerjaan pengasuhan, istri yang senantiasa melayani, suami mencari nafkah diisaat keluarga membutuhkan insom lebih untuk memenuhi kebutuhannya anggota, masyarakat yang terlibat aktif di organisasi kemasyarakatan ataupun keagamaan, dan anak perempuan yang menjaga orang tuanya ketika sudah rentan. Sementara kebanyakan masyarakat meyakini peran laki-laki hanya sebagai pencari nafkah dan terlibat dikegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan terkait dengan kesetaraan dan keadilan bagi laki dan perempuan termasuk dalam urusan keluarga.
Sebenarnya sudah banyak dibahas dalam Alquran salah satunya. Pertama di sisi Allah perempuan dan laki-laki masing-masing bertanggung jawab atas perbuatan amal saleh yang mendatangkan pahala dan perbuatan dosa yang menyebabkan hukuman. Konsep ini didasarkan pada surat An Nisa (4) ayat 124. Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan setara dalam pandangan hukum, perempuan yang berbuat salah akan mendapatkan sanksi atas pelanggaran yang telah dilakukannya sebagaimana laki-laki keduanya bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya Alquran telah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan yang berzinah mendapat hukuman had, ini dijelaskan dalam surat An Nur (24) ayat 2, diberikan juga para pencuri perampok koruptor baik laki-laki maupun perempuan akan mendapatkan sanksi atas kesalahan yang diperbuatnya hal ini dijelaskan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38.
Dengan berdasarkan ayat tersebut maka sebenarnya tidak ada alasan untuk memposisikan laki-laki lebih unggul dan menghasilkan relaksasi yang subordinasi pada perempuan. Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling berbagi bukan untuk saling mendominasi dan mengeksploitasi. Karena itu perlu ditanamkan bahwa pekerjaan domestik dan pengasuhan adalah tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab perempuan. Akan sangat indah jika suami dan istri terutama yang sama-sama bekerja akan bekerja sama untuk menyiapkan buka puasa dan juga hidangan sahur. Semoga Puasa tahun ini kita akan menjadikan manusia yang tidak membiarkan ketidakadilan terjadi pada pasangan kita dan semua itu akan menjadi nilai ibadah menambah ketaqwaan pembeda antara laki-laki dan perempuan adalah kemuliaan akhlaknya dan juga ketinggian taqwanya artinya yang paling mulia disisi Allah SWT adalah yang bertakwa dan juga yang paling baik amal sholeh nya bukan karena jenis kelaminnya.