Sebelum sampai kepada pengertian tentang religius, kita ingin bertanya dulu kepada pembaca. Apakah Anda merasa religius karena sedang melakukan puasa (Islam dan Kristen sama-sama melakukan puasa, Islam di bulan Ramadan, Kristen di PraPaska)? Namun, ditengah semua yang Anda lakukan apakah Anda benar-benar sudah mengerti arti puasa itu dan tidak pernah melakukan korupsi (waktu, uang, nilai, dan seterusnya).
Kembali kepada tema semula, Indonesia itu adalah negara religius karena termasuk 10 besar negara dengan tingkat religiositas tertinggi di dunia. Bayangin 10 negara yang religius adalah Somalia (99,8% responden), Niger (99,7%), Bangladesh (99,5%), Ethiopia (99,3%), Yaman (99,1%), Malawi (99%), Indonesia (98,7%), Sri Lanka (98,6%).
Pengertian dari religius adalah bersifat religi, bersifat keagamaan, yang bersangkut paut dengan religi dalam bahasa Arab menjadi mawaddah al-da’wah. Jadi dapat disimpulkan pesan religius adalah gagasan atau informasi yang disampaikan seseorang untuk orang lain, yang berisikan tentang keagamaan, baik itu agama Islam maupun non Islam.
Seseorang dikatakan religius jika ia memiliki kepercayaan yang kuat kepada satu atau beberapa dewa. Mereka berdua sangat religius dan merasa itu adalah anugerah Tuhan. Dapat juga dikatakan taat, percaya, saleh, berkomitmen.
Namun fakta berbicara lain bahwa di Indonesia juga masuk dalam peringkat separuh terbawah dari 180 negara dengan Indeks Persepsi Korupsi terendah.
Jadi apa kaitan antara religius dengan korupsi?
Dari semua agama baik itu Kristen, Katolik, Hindu, Budha maupun Islam, tidak ada satupun yang memperbolehkan untuk korupsi bagi pemeluknya. Mereka semua rajin beribadah dan rajin melakukan ritual keagamaan yang ditentukan atau ditetapkan oleh agamanya.
Namun, kondisi ini bertolak belakang karena ternyata iman, moral yang seharusnya digunakan sebagai penangkal korupsi, justru orang yang beragama itu yang korupsi. Apa yang salah?
Anda mungkin heran karena pelaku dari korupsi justru dari orang yang sangat saleh, seperti dua ex Menteri Agama Indonesia yaitu Said Agil Husein Al Munawar masuk penjara pada tahun 2006 dan Suryadharma Ali masuk penjara tahun 2016.
Dalam survei Gallup (Lembaga survei AS), di 40 negara dengan 1.000 responden menunjukkan bahwa semakin miskin suatu negara, penduduknya anggap makin penting peran agama dalam kehidupan. Negara dengan PDB atau pendapatan kurang dari 2.000 dolar AS, 90 persen berpendapat bahwa agama penting bagi kehidupan masyarakat. Di Indonesia pun demikian kondisinya.
Seolah warga yang beriman tetapi korupsi itu menganggap hal itu tak ada korelasinya, biarlah “saya korupsi demi kenyamanan hidup saya, saya tak mengganggu atau merampas orang lain”. Mereka mengambil barang yang bukan haknya adalah dosa. Nilai-nilai yang diyakini sebagian masyarakat beragama itu bertujuan membenarkan cara. “Tidak apa-apa korupsi , asal hasil korupsi digunakan yang baik. Ada ambiguitas yang tidak jelas. Mereka tak menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu justru melanggar iman yang mereka yakini.
Sayang sekali apa yang diimani atau diyakini berupa agama itu sekedar hanya wacana di luar saja. Mereka ingin menampilkan di masyarakat sebagai seseorang yang punya sosok , wajah dan tampilah lahiriah yang religius. Kondisi ini juga seringkali membuat orang di sekitarnya kaget ketika tiba-tiba KPK, Kejaksaan menangkap mereka karena masuk dalam pusaran korupsi. Banyak warga tidak sadar bahwa pelaku korupsi itu justru bertopeng di balik ke religiusannya.
Apa yang terjadi?
Jika semua melarang untuk korupsi, tetapi justru pemeluknya melakukan apa yang dilarang. Apakah larangan itu tak punya gigi untuk bisa diterapkan? Lalu apa fungsi dari agama itu.
Peneliti neurosains dan perilaku sosial Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, Taufiq Pasiak menjelaskan bahwa religiositas dan korupsi terkait dalam tiga fungsi eksekutif otak, yaitu fungsi pengambilan keputusan berbasis etik, sistem kendali diri dan makna hidup.
Ketiga fungsi eksekutif otak diatur oleh lima bagian otak, mulai dari korteks prefrontalis yang berada di bagian depan untuk berpikir secara rasional, sistem limbik sebagai pusat emosi, serta girus singulat sebagai bagian limbik menentukan sika reaksi terhadap motivasi.
Bagian otak lain sebagai fungsi eksekutif, ganglia basalis terkait sistem penghargaan dan kognisi serta lobus temporalis berperan mengintegrasikan pendengaran visual dan emosi.
Jika ketiga fungsi eksekutif otak dioptimalkan makan kelima bagian otak tadi religiositas dan spiritualitas akan terwujud dengan baik.
Sementara di Indonesia, justru pengambilan keputusan sering kali terpisah dengan sistem kendali diri. Akibatnya keputusan yang diambil tidak berbasis etik yang submer pada religiositas, maka terjadilah korupsi.
Manifestasi spiritualitas dan religiositas seseorang ditentukan dalam kemampuan mengendalikan diri saat ambil keputusan.
Disamping itu juga dikatakan oleh peneliti sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta bahwa korupsi dilakukan oleh orang yang punya religiositas karena mereka menganut religius itu hanya sebagai simbolik bukan substansial.
Artinya hanya tampilan di luarnya saja, supaya tampak sebagai orang yang religius, harus ke Gereja, Mesjid berkali-kali dan melakukan doa terus menerus. Padahal yang penting adalah substansial pada nilai-nilai kejujuran, keadilan dan integritas pribadi.
Cara Mencegah Korupsi dari Diri Sendiri
1. Hidup sesuai kemampuan
Hindari FOMO (Fear of Missing Out), yang sering membuat seseorang ingin memiliki sesuatu di luar kemampuan finansialnya. Jangan membandingkan diri dengan orang lain, dan tetap jalani hidup secara realistis sesuai kondisi sendiri.
2. Kelola waktu dengan baik
Disiplin dalam menjalankan aktivitas harian dengan perencanaan yang jelas dapat mencegah korupsi waktu. Buat jadwal pekerjaan yang terorganisir agar semua tugas terselesaikan tepat waktu.
3. Fokus pada kinerja dan tanggung jawab
Setiap pekerjaan memiliki tanggung jawab yang harus dipenuhi sesuai kesepakatan. Mengabaikan tanggung jawab atau lalai dalam tugas bisa menjadi bentuk korupsi kecil yang berdampak besar.
4. Atur keuangan dengan bijak
Membuat anggaran belanja rumah tangga sangat penting agar pengeluaran tetap sesuai kebutuhan. Mensyukuri pendapatan yang dimiliki serta menerapkan pola hidup sederhana dapat mencegah godaan untuk korupsi.
5. Selalu bersyukur
Syukuri apa yang sudah dimiliki, baik dalam bentuk gaji, makanan, maupun fasilitas lainnya. Setiap orang memiliki rezeki yang berbeda, dan menginginkan harta orang lain dengan cara yang tidak benar hanya akan menjerumuskan diri dalam tindakan korupsi.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita bisa membangun integritas sejak dini dan mencegah korupsi dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.