Pintu sudah dikunci, tapi baju-baju sekolah Ningrum belum diangkat dari jemuran. Tidak ada yang peduli. Sementara mendung pekat tinggal menunggu satu helaan napas untuk mengalirkan berkubik-kubik air hujan.
Jam dinding belum juga sampai di angka tujuh saat Sunar dan istrinya, Suratun sudah tidak bersuara. Memilih lelap setelah seharian mburuh tandur di sawah milik Kiai Sukardi. Sementara kamar Ningrum yang hampir kedap suara, membuatnya tak menyadari kedatangan angin ribut yang mulai meggerayangi kampung.