Tidak sekali atau dua kali kita pasti pernah mengalami yang namanya kehilangan ntah itu barang atau seseorang yang sangat berharga dalam hidup kita. Dan kehilangan selalu datang sepaket dengan kesedihan.
Pernah dengar Sri Sultan Hamengkubuwana X berkata tentang falsafah jawa bahwa kehilangan nyawa sama dengan kehilangan setengah, kehilangan harta benda sama dengan tidak kehilangan apa-apa dan kehilangan harga diri sama dengan kehilangan segalanya.
Itu bisa digunakan sebagai mantra kehidupan agar ketika kita berhadapan dengan momen kehilangan, kita lebih bisa bersikap tenang karena duka dari rasa kehilangan ini tidak bisa serta merta pergi begitu saja. Butuh waktu lama untuk bisa berada di tahap mengikhlaskan, bukan dalam hitungan hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pun kita masih bisa merasakan perasaan sedih yang sangat hebat karena kenangan yang dulu tercipta tertancap begitu dalam di alam bawah sadar.
Sebelum sampai pada perjumpaan dengan kehilangan, kerap kali kita menyepelekan kehadiran barang atau seseorang yang ada di dekat kita. Barang yang kita anggap tak berguna yang sebelumnya sudah lama hanya kita diamkan di tempat yang tak terjamah kemudian tiba-tiba ntah dimana keberadaannya akan menemui esensinya ketika kita dihadapkan pada kondisi yang mungkin harus membutuhkan benda itu. Kemudian jika itu seseorang, kita sering pula tak menyadari segala bentuk rasa peduli, perhatian dan kasih sayangnya yang hanya kita anggap biasa. Lantas itu semua akan menjelma dalam bayangan semu ketika dia sudah tak bersama dengan kita ntah hilang karena ia memutuskan untuk pergi atau justru kita yang dengan atau tanpa sengaja meninggalkannya.
Kalau sudah begitu maka kalimat “seandainya dulu” tidak bisa mengembalikan waktu untuk berputar ke belakang.