fbpx

Podcast Sepiring Narasi Rasa S2E1: Ngopi Cantik ala Fika di Swedia

4 February, 2024

[Dengarkan episode ini di Spotify]

TRANSKRIP:

Halo, asalamualaikum!

Kamu sedang mendengarkan podcast Sepiring Narasi Rasa, di mana narasi tulisan bertemu dengan cita rasa makanan.

Sepiring Narasi Rasa adalah podcast seputar buku dan kuliner yang dipersembahkan oleh Sepiring Kue, sebuah toko kue gluten-free online di Instagram @sepiringkue, yang saat ini masih vakum dari bebikinan kue.

Podcast ini diproduksi dan dipandu oleh saya, Diar, dari Sepiring Kue.

Yuk, kita mulai Sepiring Narasi Rasa, sekarang!

Selamat datang semua di musim atau season ke-2 dari podcast Sepiring Narasi Rasa! Buat para follower atau subscriber, terima kasih atas kesetiaan kamu mendengarkan podcast ini. Dan bagi pendengar baru, terima kasih juga sudah bersedia mencoba mendengarkan Sepiring Narasi Rasa. Silakan duduk santai sambil ditemani sepiring kue dan secangkir minuman kesukaanmu, ya.

Di episode perdana di musim yang baru ini, mari kita ngobrol seputar budaya ngopi cantik yang disebut dengan fika di negara Swedia.

Fika yang akan kita bahas ini bersumber dari sebuah buku nonfiksi terbitan tahun 2015 yang masuk ke dalam kategori buku kuliner naratif sekaligus buku masak atau buku resep, yang berjudul Fika: The Art of the Swedish Coffee Break.

Buku ini ditulis oleh seorang penulis kuliner, yaitu Anna Brones. Sementara semua ilustrasi cantik yang ada di dalam buku ini dibuat oleh Johanna Kindvall. Walaupun Anna Brones dan Johanna Kindvall tinggal di Amerika Serikat, keduanya sama-sama memiliki latar belakang Swedia.

Buku Fika ini ditulis untuk merayakan fika, budaya coffee break yang dilakukan orang-orang Swedia setiap hari, baik di tempat kerja, di rumah, di kafe, di kereta api, atau bahkan sambil jalan kaki di taman.

Istilah fika bisa menjadi kata benda dan bisa juga menjadi kata kerja.

Di bab pendahuluan atau “Introduction”, ada disebutkan bahwa kalau kopi Swedia saja disebutnya kaffee saja. Tapi kalau kopi Swedia plus sesuatu untuk dimakan, maka jadinya fika. Apakah sesederhana itu?

Coba yuk, kita dengarkan kutipan tentang filosofi fika yang ada di bagian pendahuluan buku ini:

“At its core, fika means ‘to drink coffee’. But the meaning goes much deeper. Fika represents an entire culture; it carries as much meaning for Swedish social engagements as it does for food customs. Fika is as indicative of a love of coffee as it is of a belief in maintaining tradition.”

Jadi, di Swedia, kopi dikonsumsi bukan sekadar untuk teman sarapan, bukan sekadar untuk bikin melek dan menambah tenaga, tapi ngopi merupakan suatu momen yang penting dalam hari mereka.

Namun, fika pun bukan sekadar bikin atau beli kopi plus kue, lalu sudah bisa disebut fika. Untuk benar-benar melakukan fika, itu berarti kita berkomitmen meluangkan waktu untuk mengambil jeda atau break di hari itu.

Karena, kata sang penulis, “Fika isn’t just for having an afternoon pick-me-up; it’s for appreciating slow living.”

Fika yang sungguh-sungguh fika, bagi orang Swedia, selain menyuguhkan kopi, juga didampingi dengan kue dan/atau roti klasik yang khas atau sudah bersinonim dengan fika, misalnya cinnamon buns (roti kayu manis), kue apel atau fyriskaka, dan sandwich yang terbuka.

Meskipun untuk fika tidak harus membuat kue sendiri, Anna Brones dan Johanna Kindvall, bisa dibilang meneruskan kebiasaan ibu mereka masing-masing, yang — sesuai budaya Swedia — selalu secara rutin bebikinan sesuatu menggunakan oven.

Seperti yang bisa dikutip dari Anna Brones di dalam buku ini:

“For us, baking from scratch is simply the norm. We can’t trace all of this to our roots, but there’s something about baking and cooking with whole ingredients that feels inherently European: the appreciation for simple, good ingredients.”

Karena itu, resep-resep di dalam buku Fika menggunakan bahan-bahan utama yang sederhana, berupa tepung terigu, gula pasir, mentega, dan telur, namun dipilih yang organik.

Dan, berhubung penganan khas Swedia dikenal memiliki sentuhan rempah, maka rempah-rempah pun menjadi penting bagi resep-resep dalam buku ini, terutama sekali kapulaga (cardamom) dan kayu manis (cinnamon).

Sementara, bila di dalam resep ada bahan-bahan tambahan lain yang khas Swedia, oleh sang penulis disertakan pula penjelasan bahan alternatif/penggantinya, bila memungkinkan.

Ada sekitar 50 resep kue kering, cake, dan roti di dalam buku ini, yang dikembangkan dari warisan keluarga Anna Brones maupun Johanna Kindvall. Ada resep yang termasuk baru, ada yang adaptasi, dan ada yang interpretasi dari resep klasik.

Beberapa contohnya, cinnamon and cardamom buns, cardamom cake, orange almond slices, oat crisp chocolate sandwich cookies, jam thumbprint cookies, dan nutmeg slices.

Secara tradisional, yang juga penting dalam fika, selain kopi dan kue-kue pendampingnya, adalah coffee set cantik yang digunakan untuk menyajikannya. Mulai dari teko kopi, cangkir, saucer (piring tatakan cangkir), sampai piring untuk menyuguhkan kue-kuenya.

Terlepas dari itu semua, yang membuat fika istimewa sebenarnya adalah:

  1. Cocok untuk segala macam momen dan segala macam musim.
  2. Makanan untuk fika bisa dipilih sesuai atmosfer yang sedang diinginkan. Bahkan penggunaan kopi bisa diganti dengan teh atau minuman buah. Bebas.
  3. Bisa untuk kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja.

Kutipan lain dari bab pendahuluan untuk kita lebih memahami vibes dari fika:

“Eating is often emotional. It invokes a sentiment; we eat to celebrate, we eat to mourn. Separating food from how we feel about it is essentially impossible. Fika is the same; there’s a personal and emotional connection to it, no matter which recipe you choose. A cup of coffee and a piece of chocolaty kladdkaka, for example, feels comforting. It is, in its own way, grounding. Baking it in turn is a reassuring act, making you feel safe, sound, and taken care of — a staple in which you know exactly what you’re getting.”

Begitulah kira-kira sedikit gambaran dari budaya ngopi cantik ala fika di Swedia yang bisa kita tengok melalui buku Fika ini.

Di negara tersebut, saat ada yang bilang, “Ska vi fika?” (Should we fika?), orang-orang Swedia tahu pasti apa yang dimaksud, yaitu, “Yuk, break dulu, habiskan waktu bareng, dan slow down.”

Karena, seperti yang bisa dikutip dari halaman 51 di Bab 2, “Modern-Day Fika”, kata penulisnya, “… it’s important to make time to enjoy life.”

Buku Fika: The Art of the Swedish Coffee Break yang berbahasa Inggris ini bisa dipinjam secara gratis di situs perpustakaan digital, Internet Archive, di www.archive.org. Tentunya dengan syarat kamu sudah terdaftar sebagai anggota perpustakaan tersebut terlebih dahulu, ya.

Bagi yang ingin tahu lebih lanjut tentang penulis buku ini, Anna Brones, bisa langsung ke website-nya, www.annabrones.com, atau ke Instagram @annabrones. Untuk ilustratornya, Johanna Kindvall, ada website-nya juga, yaitu www.johannak.com, dan Instagram-nya @johannakindvall.

Sekian dulu episode perdana di musim ke-2 podcast Sepiring Narasi Rasa. Kalau kamu menyukai episode ini atau podcast ini, silakan kasih bintang dan share juga ke media sosial kamu, ya.

Buat yang belum, silakan juga follow atau subscribe podcast Sepiring Narasi Rasa dan dengarkan episode-episode dari musim pertama.

Untuk informasi terbaru dari/dan tentang podcast ini, bisa dengan follow Instagram @diarhafsari dan @sepiringkue.

Terima kasih sudah meluangkan waktu kamu untuk mendengarkan podcast Sepiring Narasi Rasa. Sampai jumpa di episode berikutnya! Wasalamualaikum!

[Dengarkan episode ini di Spotify]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Diar Adhihafsari
Reading enthusiast • Freelance writer • Instagram: @diarhafsari

Halo, !

Categories

More than 3500 female bloggers registered

PT. PEREMPUAN DIGITAL INDONESIA
Cyber 2 Tower 11TH Floor JL HR Rasuna Said Jakarta Selatan

tagcalendar-full
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram