Dalam rangka menyambut International Women’s Day tahun ini, team Wire-Gorontalo coba mencatatkan kisah dan pengalaman perempuan melalui #DayaPerempuan.
Mereka mengawali #DayaPerempuan dengan mengangkat kisah pembelajaran perempuan di lokasi program @gefsgp7indonesia – Desa Pangahu Kec. Asparaga (Kawasan Tahura BJ Habibie) yang mereka laksanakan saat ini.
Ibu Ainari Nasir (53th), salah satu anggota kelompok perempuan dusun buyu’o, desa pangahu. Ia bekerja sebagi petani & saat ini mengelola lahan sebesar 2 ha yg berlokasi di pegunungan. Sedangkan suaminya buruh tani & mengelolah kopra.
Setiap hari, ia berjalan kaki ke kebun dengan menempuh jarak sekita 2 km.
Untuk bekal perjalanan, ia membawa 1 botol air minum dengan ukuran 600 mil.
Botol minum, arit, dan parang di isi dalam tas andalan yang terbuat dari karung & kain bekas yang dijadikan tali.
Dalam perjalanan menuju kebun, ia selalu singgah di sumur kecil untuk mengambil air atau hanya sekedar membersihkan rumput & memperbaiki pelepah kelapa serta bilah bambu yang memagari sumur akibat tertiup angin. Pagar ini dibuat untuk mencegas ternak agar tidak masuk ke sumur. Air di sumur kecil ini juga di manfaatkan oleh petani lain.
Ma Nari kini mempraktikan pertanian campur yang ia pelajari disekolah perempuan. Di kebunnya terdapat ubi, terong, kemangi, kacang tanah, cabe rawit, pisang, tomat, batang daun, jahe, kunyit, jagung.
Selain untuk kebutuhan sehari-hari, hasil kebun di jual ke tetangga yang di dusun. Uangnya digunakan untuk membiayai kebutuhan pendidikan anak & biaya kesehatan keluarga.
Ma Nari memilih mengelola kebun sendiri karena tidak mau bergantung dari upah suaminya.
“Torang harus karja, dp hasil torang yang atur. Torang harus MANDIRI” katanya sambil tersenyum.
Meskipun lokasi kebun & rumahnya sangat jauh,, ia tetap meluangkan waktu untuk belajar di sekolah perempuan yang dibentuk WIRE bersama petani perempuan lainnya.
Dari ma Nari kita belajar tentang apa yang dilakukan oleh perempuam semata-mata untuk kehidupan.
******
