Tahun ini tak terasa sudah 2 tahun bapak meninggal, dan tahun ini adalah ramadan ke-2 tanpa beliau di antara keluarga kecil kami. Sebelumnya selama 4 tahun bapak tinggal bersama keluarga kecil ini yaitu suami, saya dan dua orang anak remaja kami. Kamilah yang memutuskan agar bapak tinggal bersama kami karena tak ada orang lain yang merawatnya di rumah masa kecil, semenjak ibu meninggal. Hanya ada satu orang driver yang setia menemani bapak.
Namun beberapa tahun terakhir bapak banyak mengalami kemunduran, terutama dalam hal kesehatan. Baik itu dalam hal ingatan (demensia), pendengaran dan keluhan penyakit asam urat yang dideritanya. Selama hidupnya, bapak termasuk orang yang kuat berpuasa. Dalam usia hampir 84 tahun masih menjalankan ibadah puasa. Setahun sebelum beliau meninggal, adalah ramadan yang paling berkesan dan tak terlupakan dalam ingatanku.
Alhamdulillah selama 2 tahun pertama tinggal bersama keluarga kami, kondisi bapak baik-baik saja dan sehat. Setiap bulan kami antarkan beliau ke rumah sakit, kontrol dan periksa ke dokter syaraf dan dokter penyakit dalam langganannya. Semua berjalan baik-baik saja, hingga suatu hari di tahun ke-3 bapak bersama kami, beliau sudah mulai susah makan, mulai menurun daya ingatnya karena penyakit demensia dan akhirnya terkena stroke.
Di tahun pertama dan kedua tinggal bersama kami, setiap bulan ramadan selalu kami lalui bersama, dan bapak bisa menuntaskan puasa full sebulan penuh tanpa ada hari yang bolong (batal). Masih lekat dalam ingatan ini, setiap hari beliau request makanan berbuka dan takjil yang diinginkan. Bapak paling suka ayam goreng, sayur asam dan sambal terasi. Sedangkan takjilnya adalah kolak pisang. Setiap hari menu ayam goreng dan kolak pisang harus selalu ada, dan menemani saat-saat berbuka puasa. O ya, ada satu lagi minuman yang jadi favorit bapak, yaitu es sirup yang sirupnya berwarna merah (frambozen). Dan Alhamdulillah menu-menu itu saya sendiri yang memasaknya, walaupun masakan saya nggak seenak masakan almarhumah ibu saya. Tetapi lumayanlah rasanya, kata anak-anak saya.
Tak jarang rasanya sedih dan haru bila saat sahur dan berbuka, ada satu kursi kosong di meja makan. Kursi dimana bapak biasa duduk, menikmati sahur dan berbuka bersama kami.