Bagi wanita, khususnya saya, berkarir adalah pilihan. Semua wanita di dunia akan melalui suatu masa yakni menjadi seorang Ibu. Ibu, impian terbesarnya adalah membersamai buah hati disegala masa. Namun, apalah daya, tak semua rumah tangga kondisinya sama. Wanita pun memiliki ambisi, value, juga tujuan hidup. Semua itu yang pada akhirnya melahirkan kisah hidup yang tak sama.
Orang bilang, saya cukup pintar. Sayang, kalau impian tak tersampaikan. Dari situlah, saya merajut mimpi dan terobsesi dengan segala ambisi. Saya terlahir dari keluarga sederhana. Bapak saya? Pagi hingga petang menggayuh sepeda tuanya menjajakan makanan. Ibu pun hanya buruh tani.
Namun, beliau berdua cukup tangguh. Cita dan cinta mereka luar biasa. Sejak kecil, Bapak selalu berucap kala malam,
“Anak wedok, sekolah nagji sing pinter. Mbesuk gede dadi guru iku wis pol apik.e” (anak perempuan, sekolah dan ngaji yang pintar. Kalau dewasa, menjadi seorang guru itu sudah luar biasa).
Ya, itulah yang terjadi pada saya. Kalimat ajaib itu mengantarkan saya ke jenjang mulia. Pendidikan adalah dunia saya. Tenaga dan pikiran untuk bangsa. Tibalah saya di suatu jenjang yang suci, menikah dengan status masih mahasisiwi. Bagaimana kabarnya bangku pendidikan? Everthing runs well. Semangat menggebu. Dua, tiga, lembaga masih menjadi tempat saya membagi ilmu.