Pada Akhirnya, Kata ‘Selamanya’ Bukan Pilihan Lagi. Setelah membaca bab pertama ‘Semasa”, aku sudah menyiapkan diri kalau akan banyak air mata yang menemaniku membaca novel ini. Hingga aku menyelesaikannya tiga hari kemudian, aku tenggelam dalam lautan kenangan dan air mata.
‘Semasa’ aku rampungkan pada senja Jumat, hari yang dihimpit dua hari kedua orang terkasihku memenuhi janji mereka kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan. Meskipun kepergian salah satu dari mereka sudah belasan tahun yang lalu, tetapi aku tidak bisa lupa sedikit pun bagaimana kenanganku pada kedua hari di masa lalu itu.
‘Semasa’ menarikku pada masa lalu yang sering menyapa di malam hari. Saat malam membuatku lebih melankolis, saat sedang sendiri, menyusun lembar demi lembar kenangan seorang diri.
‘Semasa’ membawaku menelusuri kisah sederhana dari dua keluarga yang harus membuat keputusan. Hingga pada akhirnya keputusan itu yang membuatku menangis tersedu pada jingga Jumat yang ceria. Hari yang ceria, aku yang sesegukan merana.
Namun ada hal lain dari ‘Semasa’ yang memberiku pelajaran, memberiku sudut pandang baru tentang bagaimana aku harus memilih untuk mengingat masa laluku. Tidak masalah apa judulnya, tidak peduli tema kesedihan atau kebahagiaan yang akan tersemat pada kenangan-kenangan, yang pasti aku harus menerimanya. Apa yang ada di masa lalu akan tetap di tempatnya.
Review lebih lanjut bisa dibaca melalui link berikut: