Sudah lama aku tidak berkunjung ke laman BookDepository. Baru saja, ketika aku iseng membukanya, aku disambut pesan ini:
Kaget dan sedih. Nyaris tak percaya. Rasanya seperti akhir dari sebuah masa.
Ya, memang, hal-hal di dunia ini dibangun dan dipelihara untuk suatu tujuan, dan pada saat ia telah memenuhi di tujuan tersebut, maka pantaslah ia beristirahat.
Bagaimanapun, demi mengurangi rasa sakit akibat “ditinggal dadakan”, hal pertama yang kulakukan adalah buru-buru me-review isi wishlist-ku. Ada sejumlah buku yang sudah kumiliki, semua ini kuhapus. Judul-judul yang tak lagi menarik bagiku, kuhapus juga. Tunggu, apa benar sudah tidak menarik? Entahlah. Mungkin juga ini semacam defens psikologis “Ah, gak apalah, memang gak butuh/gak mau/kurang menarik/bukan prioritas kok”. Sebetulnya, lebih karena aku tidak tahu kapan dan di mana lagi bisa mendapatkannya, jadi tidak ada salahnya aku yang “memutuskan hubungan” lebih dulu. Rasionalisasiku yang lain? Ini Pekan Suci, bagian terakhir Masa Prapaskah, toh memang saatnya merampingkan dan mengatur ulang banyak hal dalam hidup.
Terakhir, aku akan meninggalkan di sini semacam tugu penghormatan kecil, berupa daftar alasan mengapa BookDepository menjadi salah satu tempat belanja buku daring favoritku. Berikut alasannya: