Ada berbagai macam cara untuk mengatasi stres atau mengurangi ketegangan dari tekanan yang kita rasakan. Salah satu yang kulakukan juga, adalah dengan journaling. Jangan dibayangkan menulis jurnal ilmiah, lho. Ini beda hehe
Berawal dari diary
Aku punya kebiasaan menulis diary sejak SD (bahkan masih ada bukunya hehe). Jujur aku gak ingat, apa yang memotivasiku untuk nulis. Tanpa sadar, kebiasaan itu berlanjut hingga sekarang. Meskipun gak serutin dan sedetail dulu, namun aku merasa ada yang berbeda dengan ‘gaya’ atau cara menulisku di saat sekolah menengah versus dengan diriku yang saat ini telah bekerja. Bedanya, dulu aku benar benar detail menulis tentang apa yang terjadi selama hari itu (persis seperti cerita ke orang tua tentang hari ini ada kejadian apa, tugas apa, dan sebagainya).
Setelah ku evaluasi caraku menulis diary sekarang, sepertinya bisa dikatakan aku mulai men-journaling. Bedanya apa? Bedanya, caraku menulis diary saat ini lebih ke arah reflektif, evaluatif, brainstorming, bahkan seperti introspeksi diri. Jadi gak hanya menceritakan, namun juga mengambil hal positif dari peristiwa tersebut. Buat kamu yang stres dan kepalamu terasa penuh, cobain journaling writing!
Journaling writing, apa gunanya?
Banyak yang salah mengira, jika journal writing itu artinya kita menulis jurnal ilmiah penelitian. padahal journal writing sendiri memiliki pengertian adalah salah satu teknik mengatasi stres, untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, ingatan dan ide ke dalam bentuk tulisan, entah boleh berupa artikel atau puisi, untuk meningkatkan self awareness.
Self awareness ini adalah kesadaran akan diri. Maksud kaitannya disini adalah menulis ini bisa jadi salah satu cara untuk kita menggali ke dalam diri kita, dan menemukan insight tentang apa sih yang sebenarnya terjadi pada kita? Apa yang sebenarnya kita rasakan? Apa yang kita butuhkan? Yes, journaling memberikan kesempatan untuk kamu mengeksplorasi pikiran dan perasaanmu sendiri. By the way, aku ucapkan terimakasih kepada to Dr.Ira Progoff yang pada tahun 1975 menjadi psikolog pertama yang belajar tentang manfaat menulis jurnal/journaling.
Kita mungkin lebih sering ngobrol dengan orang lain, dan lupa untuk bicara pada diri sendiri. Journaling juga bisa jadi salah satu sarana untuk kamu berkomunikasi dengan dirimu sendiri. Hal ini bisa menjadi solusi kalau malu ngomong sendiri depan kaca hehe. Bisa juga jadi sarana “buang sampah”, apalagi kalau pikiranmu berasa ruwet dan bercabang, kamu bisa “membuang” nya ke dalam bentuk tulisan.
Journaling untuk kesehatan fisik
Kalian mungkin setuju kalau menulis itu bermanfaat bagi kesehatan mental. Tapi bagaimana efeknya pada tubuh fisik? Ada beberapa penelitian yang berhasil membuktikan bahwa menulis bisa berdampak baik bagi penyembuhan penyakit fisik. Salah satunya adalah penelitian pada tahun 2020 oleh Nurainina Fildzah Abdurrahman dkk yang berjudul Intervensi Menulis Ekspresif untuk Menurunkan Kecemasan Menjalani Kemoterapi pada Pasien Penderita Kanker Payudara. Hasil dari penelitian tersebut adalah menulis kreatif mampu menurunkan kecemasan pasien penderita kanker payudara dalam menjalani kemoterapi. Pasien kanker bisa mencurahkan apa yang dirasakannya, kegugupannya, ketakutannya dalam kertas. Mereka gak perlu mengemban semua emosi itu sendiri di dalam kepala mereka. Sehingga journaling gak hanya bermanfaat untuk kesehatan mental, namun juga berdampak baik pada kesehatan fisik.
Hambatan banyak orang untuk journaling
Meski sudah banyak bukti bahwa journaling bermanfaat bagi mental dan fisik, namun masih banyak juga orang yang enggan mencobanya. Salah satu alasannya adalah karena mereka gak mampu membuat kalimat yang bagus, ataupun bercerita panjang tentang keadaannya. Padahal jika melihat kembali pada tujuan journaling, sebenarnya kamu gak perlu pusing tentang bentuk atau gaya kepenulisanmu. Kamu menulis untuk dibaca dan dipahami oleh dirimu sendiri, bukan untuk ‘bacaan hiburan’ bagi orang lain. Sehingga, kamu gak perlu memikirkan apakah tulisanmu tanda bacanya sudah benar, PUEBI nya apakah sudah sesuai, dan sebagainya. Bahkan ketika kamu menceritakannya dengan menambahkan gambar sebagai simbol dan lain sebagainya, boleh banget, lho.
Kalau kamu merasa stres dan cemas, yuk mulai ‘buang’ ke kertas kosong. Daripada semuanya ditampung di kepala kamu sendiri. Selamat mencoba!