Program Pascasarjana atau Strata 2 (S2) merupakan sebuah jenjang pendidikan lanjutan dari Program Sarjana atau Strata 1 (S1). Dimasa sekarang ini, banyak orang yang sepertinya enggan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana karena berbagai hal. Alasan utama kebanyakan orang adalah mahalnya harga yang harus dibayar dan jadwal kegiatan yang akan padat. Bagi saya pun kedua alasan tersebut memang masuk akal.
Namun, setelah berada pada dunia perkantoran selama 4 tahunan, saya merasakan hidup saya stuck. Perasaan ini dikarenakan ritme alur pekerjaan operasional kantoran yang begitu-begitu saja. Datang jam 8 pagi dan pulang kantor jam 6 sore (tentu saja ini berlaku jika tidak ada tugas atau meeting dadakan).
Bentuk pekerjaan yang akan dilakukan setiap hari pun sudah ada template nya. Itu dilakukan setiap hari sehingga berubah menjadi kegiatan yang membosankan. Ilmu yang didapat hanya seputaran lingkup dunia perusahaan dimana kita bekerja. Rasanya ilmu yang didapat agak monoton.
Dititik itulah saya sadar butuh keluar untuk men-challenge diri sendiri. Keluar dari zona nyaman dunia perkantoran dengan menambah ilmu dibangku kuliah lagi. Upgrade diri dan skill. Tidak monoton berkutat pada dunia kerja saja.
Profesi apapun dan dimanapun kita bekerja pada akhirnya akan merasakan kejenuhan. Itu adalah hal lumrah. Siapa pun akan bosan jika berada pada situasi pekerjaan yang sama terus-menerus dalam rentang waktu yang lama.
Saya pun sempat bingung antara ingin melanjutkan kuliah dalam negeri atau mencoba peruntungan melalui beasiswa kuliah keluar negeri. Selain itu saya dituntut untuk bisa membagi waktu antara keluarga, pekerjaan dan kuliah. Namun melalui diskusi yang alot bersama keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.
Jalan melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana memang tidak serta merta mulus. Dengan segudang sisi positif yang ditawarkan, ternyata melanjutkan pendidikan S2 memiliki sisi negatif.
Berbagai manfaat yang akan kita rasakan ketika melanjutkan pendidikan. Terutama ketika melaksanakannya disaat kita masih muda. Berikut saya jabarkan sesuai dengan pengalaman pribadi maupun rekan-rekan sejawat.
Pemikiran kita akan terasah setiap harinya ketika kita menempuh pendidikan pascasarjana. Mau kuliah di Universitas manapun maupun jurusan apapun, mahasiswa S2 dituntut untuk selalu menganalisa paper, jurnal dan artikel ilmiah. Hal ini membuat otak kita terus bekerja secara maksimal. Waktu kita akan dipenuhi oleh ilmu-ilmu dan pemikiran yang baik dari para intelektual. Kecepatan membaca pun meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Biasanya pada Program Pascasarjana diisi oleh para mahasiswa yang bekerja secara profesional. Mungkin saja para mahasiswa itu adalah para CEO, Direktur maupun Manager yang sudah memiliki banyak uang dan pengalaman. Namun embel-embel “boss” tersebut harus ditanggalkan karena semuanya setara didalam kampus.
Sekalipun Anda memiliki tahta tertinggi dipekerjaan Anda, didalam kampus Anda hanyalah Mahasiswa yang harus tunduk pada aturan kampus dan dosen sebagai pengajar. Disinilah kita dituntut untuk bisa menekan ego dan mengembangkan karakter kita untuk bisa menyesuaikan diri dan tempat.
Tentu hal ini bukan rahasia lagi, mengingat karir akan meningkat seiring dengan meningkatnya status pendidikan kita. Biasanya ini dialami oleh pegawai negeri sipil atau pegawai pemerintahan. Beberapa perusahaan tertentu juga terkadang memiliki aturan yang mengharuskan pegawainya menempuh pendidikan S2 jika ingin memiliki karir yang berjenjang.
Jika ingin menjadi pengajar, Anda sebaiknya memang harus melanjutkan pendidikan pascasarjana. Selain menambah ilmu Anda, masyarakat juga akan lebih percaya kepada Anda.
Memang tidak selalu begitu. Dizaman sekarang bahkan ada beberapa motivator dan pengusaha sukses yang bahkan tidak pernah berkuliah namun bisa mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai pembicara dan pengajar.
Namun hanya berapa persenkah yang bisa berhasil seperti beliau-beliau tersebut? Nyatanya kita hidup didunia yang masih mempercayai gelar adalah tanda legal seseorang dalam mengajar.
Seperti yang telah dibahas diatas, Program Pascasarjana diisi oleh para mahasiswa yang bekerja secara profesional. Contohnya seperti yang saya alami. Dikelas saya terdiri dari berbagai macam profesi dan intitusi. Ada yang seorang pengusaha, ada pegawai Start-Up, ada pegawai BUMN, ada PNS, ada guru SMA dan banyak lainnya. Belum lagi kelas saya tersebut terdiri dari berbagai macam umur. Hal ini menambah ilmu pengetahuan saya terkait berbagai macam profesi yang ada diluaran sana.
Ilmu adalah investasi yang tidak akan pernah habis. Tidak akan lekang oleh waktu dan keadaan. Ini adalah investasi yang akan selalu ada. Ilmu adalah pengalaman.
Dengan segudang sisi positif yang ditawarkan, ternyata melanjutkan pendidikan S2 memiliki sisi negatif. Ada harga yang harus dibayar. Jalan melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana pun tidak akan serta merta berjalan mulus. Berikut saya mencoba menjabarkannya dari sisi yang saya rasakan dan beberapa pengalaman dari rekan-rekan sejawat.
Waktu luang sudah pasti berkurang, bahkan hilang. Bahkan pada hari minggu pun saya harus berkutat menyelesaikan segala tugas kampus yang deadline. Saya harus pintar-pintar membagi waktu antara keluarga, pekerjaan kantor, pekerjaan blog dan kuliah S2.
Prinsipnya memang dari awal hal ini harus didiskusikan terlebih dahulu dengan keluarga, terutama pasangan hidup (jika sudah menikah). Kuliah pascasarjana ini memang sangat menyita waktu, tenaga dan perhatian Anda. Belum lagi jika Anda sudah memiliki anak.
Jadi kapan waktu untuk chill? Kuncinya adalah pengelolaan time management yang baik!
Tidak perlu dipertanyakan lagi, S2 membutuhkan biaya yang sangat mahal. Mulai dari pendaftaran dan biaya kuliah tiap semester saja sudah mahal sekali. Belum lagi nanti pada saat harus melakukan penelitian, membeli berbagai jurnal ilmiah berbayar untuk dianalisis dan saat menyelesaikan tesis diakhir perkuliahan.
Beruntunglah Anda jika Anda seorang mahasiswa yang menerima beasiswa. Namun jika Anda adalah mahasiswa yang menanggung sendiri biaya kuliah sebaiknya memiliki dana khusus untuk pendidikan dari jauh-jauh hari.
Hal ini mungkin tidak dirasakan oleh semua orang. Namun faktanya, seorang mahasiswa pascasarjana akan dianggap lebih dibandingkan dengan yang tidak melanjutkan pendidikannya. Ada beban tersendiri saat orang-orang tahu kita adalah mahasiswa S2 namun performa kita dikampus maupun didunia kantor biasa-biasa saja.
Contohnya saja dulu ketika kita berstatus mahasiswa S1. Cara kita presentasi dan slide yang ditampilkan biasa-biasa saja. Tidak akan ada yang protes. Namun ketika kita menyandang status mahasiswa S2, ekspektasi orang-orang terhadap kita pun berbeda.
Kita harus mampu presentasi hasil analisa kita dengan cara memukau. Tidak gagap bicara dan slide yang ditampilkan harus setara para motivator. Hal ini akan sangat challenge-ing untuk mahasiswa yang tidak suka tampil dimuka umum.
Begitulah konsekuensi melanjutkan pendidikan pascasarjana. Ada sisi positif maupun negatifnya. Sisi mana yang mau diambil itu kembali pada pribadi dan kebutuhan masing-masing. Yang paling terpenting adalah kita harus tahu apa tujuan kita melanjutkan pendidikan pascasarjana dan berkomitmen untuk menyelesaikan dengan baik serta tepat waktu.
Tulisan ini juga sebagai pengingat bagi saya pribadi yang merupakan mahasiswa pascasarjana. Sisi positif diatas mengingatkan bahwa betapa beruntungnya saya diberikan kesempatan dan waktu untuk berkuliah lagi. Karena pada kenyataannya ada banyak yang sangat ingin berkuliah namun memiliki berbagai halangan.
Sisi negatif diatas pun sebaiknya jangan menjadikan kita takut untuk berkuliah melanjutkan pendidikan pascasarjana kita. Jadikan sisi negatif tersebut sebagai tantangan yang harus kita selesaikan secara bermartabat.