Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah
Pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara kaum laki-laki dan perempuan. Ijab kabul sebagai peralihan amanah dari seorang ayah kepada suami sehingga istrinya menjadi tanggungjawab yang harus dijaga. Adanya pernikahan tentunya bertujuan untuk menyempurnakan separuh agama dengan meraih rida Allah.
Awal pernikahan semua orang akan merasakan kebahagiaan yang sangat mendalam yang disaksinya dari pasangan adalah kebaikan dan kelebihan, karena itu sering di tampilkan oleh setiap pasangan. Tapi, seiring berjalan waktu kita akan mulai melihat kekurangan dari pasangan saat itulah cinta dan kasih sayangmu di uji. Saling menerima, melengkapi dan memberikan yang terbaik itulah kunci kebahagiaan rumah tangga.
Beberapa hari lalu viral terjadinya KDRT dari sepasang suami istri yang keduanya merupakan publik figur. Kasus KDRT yang dialami salah satu penyanyi dangdut ini ramai menjadi perbincangan baik dari kalangan artis, sosmed hingga masyarakat. Pasalnya publik figur ini kerap kali terkenal dengan keromantisannya yang mereka tampilkan di media sosial. Namun siapa sangka di balik itu semua ada hal-hal yang terjadi biasanya tidak diinginkan oleh kalangan perempuan.
Penyanyi dangdut berininsial L ini melaporkan suaminya berinisial R kepada Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). R dilaporkan melakukan KDRT berulang-ulang dalam semalam.
Dalam laporan L tertuang dalam laporan bernomor LP/B/2348/IX/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan pada Rabu (28/9) pada pukul 22.27 WIB. Dalam laporannya itu, L mengungkapkan duduk perkara dirinya mengalami KDRT dari R.
“Memang benar ada laporan L terhadap R ke Polres Jaksel semalam. (polri.go.id, Rabu 28/09/22).
Kasus yang dialami salah satu penyanyi dangdut ini seolah menambah deretan kasus Kekerasa Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami perempuan. Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus.
Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang. Kasus KDRT ini tentu akan menjadi atensi publik secara luas.
Seperti di Jogyakarta kasus KDRT mencapai 156 kasus di sepanjang tahun 2022 ini. Dari rentetan kasus tersebut, 24 di antaranya berlanjut hingga meja hijau.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogya Edy Muhammad, menuturkan, bahwa data tersebut merupakan rangkuman insiden KDRT yang terjadi hingga bulan Agustus. (TribunYogya.com, 02/10/22).
Maraknya tentang kasus KDRT ini hingga bisa berujung pada hilangnya nyawa menjadi sesuatu yang menjadi pengingat bahwa berharganya diri kita. Betapa persoalan KDRT ini bukanlah sebuah problem yang dianggap sepele. Korban KDRT didominasi perempuan walaupun kekerasan juga kadang juga dialami laki-laki.
Ada beberapa hal yang terkadang memicu terjadinya KDRT. Salah satunya adalah perselingkuhan, hal ini dikategorikan sebagai salah satu bentuk KDRT. Saat suami atau istri berselingkuh, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup anak-anak dan pasangan sahnya cenderung terabaikan. Selain dari itu penampilan kerap kali menjadi perhatian, berdiskusi yang ujungnya sering kali terjadi pertengkaran dengan ucapan yang sensitif. Sehingga hubungan menjadi tidak nyaman dan tidak harmonis lagi, persoalan ekonomi dan masih banyak lagi, hal-hal yang bisa memicu KDRT. (Liputan6.com, 02/10/22).
Akibatnya negeri ini kerap kali terjadi kasus KDRT sampai-sampai Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani angkat bicara apabila menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak.
“Pada kesempatan ini, kami sampaikan tidak pernah berhenti dari tahun 2020 untuk mengkampanyekan dare to speak up, akan menjadi penting bahwa tidak hanya korban yang melaporkan, tetapi yang mendengar, melihat juga harus melaporkan,” kata Bintang dalam kampanye bertajuk Ayo Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak saat di Car Free Day di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. (Kompas.com, 25/09/22)
Speak Up terhadap kekerasan adalah suatu keharusan, namun speak up tidak akan mampu menuntaskan masalah KDRT, apa lagi sudah banyak regulasi yang disahkan di negeri ini.
Regulasi tidak berdaya karena negara tidak memberi dukungan berupa sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Sebab faktanya bahwa maraknya kasus KDRT dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan menjadi bukti tidak ada supporting sistem dari negara.
Di tengah sistem sekuler kapitalis, perempuan kerap teraniaya dan hampir tidak ada keamanan yang dirasakan baik dalam rumah tangga, di tempat kerja, di tempat umum sering kali terjadi penganiayaan. Tidak hanya itu, acapkali terdengar adanya eksploitasi dan perdagangan perempuan.
Sungguh miris kehidupan perempuan saat ini. Belum lagi sanksi yang tidak menjerakan dan tidak ada perlindungan dari negara. Selain itu, perempuan juga harus kuat untuk menjaga dirinya sendiri tanpa bertopang kepada siapa pun.
Berbeda sekali dengan Islam, di dalam memulai rumah tangga, harus adanya perkenalan calon pasangan yang dikontrol oleh perantara. Sehingga perkenalan fokus untuk mengenal karakter pribadi. Peran penting adalah perantara yang akan mengawasi jalannya perkenalan. Apabila saling menemukan kecocokan, maka akan dilanjutkan ke jenjang pernikahan.
Islam juga mengajarkan bahwa di dalam memilih pasangan hidup haruslah dilihat dari aspek agamanya. seperti yang dikemukakan Rasulullah SAW. menganjurkan untuk memilih calon pasangan yang baik agamanya.
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
Artinya: “Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dari hadist tersebut berlaku juga untuk mencari calon suami. Apabila agamanya baik maka suami/istri akan memperlakukan pasangan agamanya dengan baik.
Selain itu, Islam hanya mengajarkan apabila sang suami membenci perilaku istrinya, karena dianggap melanggar perintah Allah maka dinasehati. Setelah itu yang harus dilakukan adalah pisah ranjang atau tempat tidur, dan boleh memukul yang tidak menyakiti dan di area tubuh yang tidak vital. Memukul adalah cara terakhir dilakukan apabila Si istri tetap melakukan kemaksiatan.
Sebaliknya apabila suami melakukan kemaksiatan maka dinasehati dengan baik dan berdoa kepada Allah agar suami meninggalkan hal tersebut. Tidak lupa selalu sabar serta tidak berputus asa dalam menasehati suami. Dan apabila suami semakin merajelela dengan kemaksiatannya maka istri boleh meminta cerai tapi ini adalah jalan terakhir yang ditempuh.
Begitu indah Islam mengatur kehidupan rumah tangga seorang muslim sehingga tidak akan terjadi KDRT karena hal itu melangggar perintah Allah. Untuk itu saatnya kita mulai menerima apapun yang menjadi bagian dari syariat Islam, sebab hanya khilafah lah yang mampu mewujudkan kesejahteraan dalam rumah tangga melalui penerapan Islam kaffah.
Wallulahu’alam Bishawwab.