Di usia yang masih sangat muda, yaitu 6 tahun, Al Qadri tidak pernah membayangkan akan mengalami kejadian yang sangat menyakitkan dalam hidupnya. Ia ditolak dari sekolah dasar, bahkan sesaat sebelum ia memulai jenjang pendidikan dasar tersebut.
Kepala sekolah mengatakan, ia belum cukup umur untuk masuk sekolah. Namun ternyata alasan tersebut hanyalah bahasa lain dari kekhawatiran orang tua teman-temannya kepada penyakit yang menimpa Al Qadri. Saat itu kusta memang masih dianggap sebagai penyakit kutukan dan sangat menular. Penyakit yang menyeramkan walaupun hanya disebutkan namanya. Kepala sekolah memilih kata ‘belum cukup usia’ alih-alih berterus terang ia terserang ‘kusta yang menular’.
Al Qadri memang menyadari di lututnya ada bercak yang mati rasa. Tetapi ia tidak mengira kalau bercak tersebut adalah kusta. Sampai suatu ketika orang tua seorang temannya mengatakan bahwa itu adalah tanda kusta.
Tidak butuh waktu lama sampai kepala sekolah mendengar berita tersebut. Hingga akhirnya ia diberhentikan dari sekolah dasar. Para orang tua takut jika Al Qadri menulari anak-anak mereka. Dan begitulah Al Qadri berhenti dari sekolah serta mengawali kehidupan yang tidak adil dan diskriminatif, bukan hanya bagi dirinya tetapi juga keluarganya.