“Pasti susah banget puasa di China, selain sebagian besar nonis, sedih banget puasa sendirian di rantau,” kata teman saya suatu hari. Kalimat itu bukan tanpa alasan. Perkaranya dia tahu kalau di Beijing saya sendirian dari Aceh. Namun saya sangat menikmati tradisi ramadan di Beijing yang tidak saya temui di negeri saya sendiri. terutama soal war takjil sampai pasar malam di kawasan Niu Jie.
Jadi, kalau diakumulasikan antara rindu melewatkan Ramadan di Indonesia dan di China, saya lebih sangat merindukan masa-masa ramadan saat masih kuliah di Beijing. Ada getaran tertentu dan rasa syukur yang sulit saya jelaskan dengan kata-kata.
Beijing, terletak di bagian utara negeri China. Beijing juga ibukota Republik Rakyat China yang status negaranya didominasi dengan agama Budha. Sebagai kota, Beijing termasuk kota yang terpadat di dunia. Saking padatnya, saya sangat menghindari Beijing rush hour di stasiun subway atau halte bus. Untuk manusia mageran dan kurang gercep seperti saya, waktu ini sangat tidak cocok untuk beperian.