Sejak kecil, Ramadan kusambut dengan euforia khas anak kecil, penasaran seperti apa yaa rasanya menahan diri untuk gak makan dan minum hingga adzan Maghrib berkumandang. Sepertinya, hobi menantang diri sendiri sudah di mulai kala itu. Belajar puasa sejak umur 5 tahun, masih belum full, masih suka nyuri kesempatan ngemil, namanya juga masih bocah hehe … Beranjak ke usia 6 tahun, udah tau bagaimana cara mengakali nafsu sendiri yang meronta-ronta kepengen makan atau meneguk segelas air dingin. Caranya banyak beraktivitas di kasur alias molor menjelang adzan Maghrib. Haha … Tapi, biasanya dua hari Ramadan, selebihnya, lebih banyak maen sama teman-teman sebaya. Justru ini yang menyenangkan, banyak ketawa, banyak main, dan tau-tau udah masuk waktu berbuka.
Tentunya, Ramadan punya arti berbeda setelah dewasa. Ibadah wajib ini tak lagi sekadar menahan makan dan minum saja tapi berlanjut dengan pemahaman mendalam. Selama Ramadan, jadwal kerja tidak sepadat sebelumnya, punya waktu longgar, saya manfaatkan untuk kembali belajar tentang seluk beluk terkait puasa. Meski sejak kecil terbiasa di lingkungan agamis, tapi entah kenapa saya masih merasa pengetahuan agama Islam saya belumlah cukup. Setidaknya, ketika ada sesuatu yang bentrok, saya mampu menghargai dan menerima dengan lapang bahwa perbedaan tak jadi kendala.