Hamil lagi setelah melakukan aborsi, ternyata bukan hal yang mustahil. Ada banyak penyebab orang melakukan aborsi. Menurut data tahun 2019, 8 dari 10 yang melakukan aborsi adalah perempuan lajang. Bagi sebagian perempuan ini, fakta bahwa mereka belum menikah berkontribusi pada keputusan untuk melakukan aborsi. Sekitar 1 dari 10 yang menanggapi survei tentang alasan melakukan aborsi secara khusus, mencatat tidak ingin menjadi orang tua tunggal.
Aborsi adalah tindakan menghentikan kehamilan dengan jalan menggugurkan bayi secara sadar dengan usaha sendiri atau bantuan tenaga ahli. Sekilas informasi bahwa di Indonesia sendiri, aborsi masih tergolong ilegal, tetapi masih memberikan pengecualian untuk kasus-kasus tertentu. Misalnya, hanya boleh dilakukan pada kasus kegawatan yang mengancam nyawa dan korban perkosaan.
Nah, apakah rahim bisa mengandung bayi lagi –dalam kata lain hamil setelah aborsi— beberapa waktu kemudian? Bisa, tapi ada juga yang sulit. Hah, kok gitu sih? Penasaran, kan? Lebih lengkapnya, yuk simak informasi di bawah ini, Bun!
Pada sebagian besar kasus, melakukan aborsi tidak akan memengaruhi kemampuan dan peluang Ibu untuk hamil lagi dan memiliki kehamilan yang sehat di masa mendatang. Setelah aborsi, siklus menstruasi akan dimulai kembali. Ovulasi, yaitu saat sel telur dilepaskan dari ovarium, biasanya terjadi sekitar hari ke-14 dari siklus menstruasi 28 hari. Artinya, kemungkinan Ibu dapat berovulasi hanya beberapa minggu setelah aborsi.
Dengan kata lain, secara fisik dimungkinkan untuk hamil lagi jika Ibu melakukan hubungan seks tanpa kondom beberapa minggu setelah aborsi. Banyak Ibu yang bisa langsung hamil setelahnya, jadi sebaiknya segera gunakan kontrasepsi jika tidak ingin hamil. Ibu harus berbicara dengan dokter atau perawat di rumah sakit atau klinik tentang kontrasepsi pada saat melakukan aborsi.
Dr. Jenna Flanagan, seorang dokter kandungan, menyebutkan bahwa penelitian tidak menunjukkan ada dampak pada kesuburan wanita di masa depan bagi mereka yang melakukan aborsi –yang diawasi secara medis— terlepas dari metode aborsi dan trimester dilakukannya aborsi, selama prosedur dilakukan dengan aman. Artinya, Ibu bisa kembali hamil setelah aborsi, tapi akan sedikit meningkatkan risiko bayi lahir lebih awal atau lahir prematur pada kehamilan berikutnya.
Ada risiko yang sangat kecil terhadap kesuburan dan kehamilan Ibu di masa depan jika mengalami infeksi rahim setelah aborsi, yang tidak segera ditangani. Infeksi dapat menyebar ke saluran tuba dan ovarium, yang dikenal sebagai penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID). Tanda atau gejala infeksi setelah aborsi adalah sebagai berikut:
PID dapat meningkatkan risiko kemandulan atau kehamilan ektopik, yang mana sel telur tidak menempel dalam rahim sebagaimana mestinya, melainkan di luar rahim. Namun, untuk mengurangi risiko infeksi, sebagian besar infeksi mesti diobati sebelum mencapai tahap ini dan Ibu diberikan antibiotik sebelum aborsi.
Meskipun aborsi tidak memengaruhi kehamilan berikutnya, beberapa Ibu mungkin bertanya-tanya mengapa belum kunjung hamil juga setelah aborsi. Banyak faktor yang dapat memengaruhi hal ini, di antaranya:
Tidak ada bukti yang menunjukkan minuman berkafein, seperti teh, kopi, dan kola, berhubungan dengan masalah kesuburan.
Aborsi adalah prosedur yang aman, lebih sedikit rasa sakit dan pendarahan bila dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional sedini mungkin. Risiko terjadinya komplikasi tergantung pada jenis aborsi yang dilakukan. Berikut lebih lanjut membahas tentang dua jenis metode aborsi:
Aborsi medis adalah ketika pil yang bisa menggugurkan janin diminum pada awal kehamilan. Saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa aborsi medis meningkatkan risiko seorang Ibu mengalami masalah kehamilan di masa depan. Satu studi menemukan bahwa aborsi medis tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, keguguran, berat lahir bayi rendah, atau kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya. Dalam sebuah penelitian di Skotlandia terhadap lebih dari 120.000 wanita yang pernah melakukan aborsi, risiko persalinan prematur lebih rendah daripada mereka yang pernah mengalami keguguran.
Aborsi bedah adalah saat janin dikeluarkan menggunakan alat hisap dan alat tajam berbentuk sendok yang disebut kuret. Aborsi jenis ini juga disebut dilatasi dan kuretase.
Dalam kasus yang jarang terjadi, aborsi bedah dapat menyebabkan jaringan parut pada dinding rahim yang mana kondisi ini disebut sindrom Asherman. Jaringan parut muncul sebagai bekas luka yang terbentuk sebagai bagian dari proses penyembuhan. Ibu berisiko lebih tinggi mengalami jaringan parut dinding rahim, jika pernah melakukan beberapa aborsi bedah. Bekas luka bedah membuat hamil jadi lebih sulit di masa depan, juga dapat meningkatkan kemungkinan keguguran dan lahir mati atau stillbirth.
Sangat penting untuk diketahui bahwa aborsi hanya boleh dilakukan tenaga medis berlisensi di lingkungan yang aman dan steril. Prosedur aborsi apa pun yang tidak dilakukan oleh dokter dianggap tidak aman dan dapat menyebabkan komplikasi langsung serta masalah kesuburan dan kesehatan secara keseluruhan di kemudian hari.
Satu studi menemukan bahwa Ibu yang menjalani aborsi bedah selama trimester pertama memiliki risiko keguguran yang lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Namun, risiko ini masih dianggap tidak biasa terjadi dan belum ada hubungan sebab akibat yang ditetapkan.
Dokter umumnya menyarankan untuk puasa berhubungan seks setidaknya selama satu hingga dua minggu setelah aborsi untuk membantu mengurangi risiko infeksi. Jika merasa siap secara mental, emosional, dan fisik untuk hamil lagi, tidak perlu menunggu, bisa langsung program hamil. Namun, jika mengalami komplikasi setelah aborsi atau tidak siap secara emosional, sebaiknya tunggu sampai Ibu merasa lebih baik lagi.
Apabila Ibu mengalami komplikasi akibat aborsi, tanyakan kepada dokter kapan waktu yang aman untuk berhubungan seks kembali. Komplikasi serius jarang terjadi setelah aborsi medis dan aborsi bedah, tetapi beberapa masalah dapat terjadi. Misalnya, komplikasi lebih sering terjadi pada aborsi bedah. Kemungkinan komplikasi meliputi:
Apabila komplikasi terjadi, Ibu memerlukan perawatan lebih lanjut, termasuk pembedahan. Jika harus melakukan aborsi karena alasan medis, lakukan pemeriksaan medis menyeluruh untuk memastikan kehamilan Ibu berikutnya tidak mengalami masalah yang sama.
Berbagi itu indah lo, Bu! Bila informasi ini bermanfaat untuk menambah khazanah pengetahuan Ibu, yuk bagikan ke teman-teman agar semakin banyak Ibu yang tahu juga!
Referensi
NHS website. (2022b, July 1). Infertility. nhs.uk. https://www.nhs.uk/conditions/infertility/
NHS website. (2022, November 25). Can having an abortion affect my fertility? nhs.uk. https://www.nhs.uk/common-health-questions/womens-health/can-having-an-abortion-affect-my-fertility/
Cafasso, J. (2018, August 8). What You Should Know About Pregnancy After Abortion. Healthline. https://www.healthline.com/health/womens-health/pregnancy-after-abortion
EBCOG. (2022, December 21). Can you get pregnant after an abortion? Flo Health. Flo.health – #1 Mobile Product For Women’s Health. https://flo.health/health-articles/can-you-get-pregnant-after-an-abortion
Why Do People Have Abortions? (2023, January 26). Verywell Health. https://www.verywellhealth.com/reasons-for-abortion-906589