Rumah adalah tempat kita bertumbuh. Segala sesuatu yang ada pada diri kita saat ini, baik itu karakter, pemikiran, kebiasaan merupakan hasil dari pendidikan yang diterapkan oleh orangtua kita dirumah. Rumah menjadi saksi bisu bagaimana seseorang dibentuk sedari kecil hingga dewasa. Suasana rumah yang hangat menjadi faktor penting dalam tumbuh kembang seseorang.
Dimasa yang penuh dengan ketidakpastian ini, Rumah menjadi sesuatu hal yang essential. Menjadi essential karena lahan dan tanah untuk membangun rumah menjadi terbatas. Bayangkan setiap harinya ada saja manusia baru yang lahir ke dunia. Manusia semakin bertambah. Namun lahan yang akan dihuni semakin terbatas. Harga tanah mahal. Apalagi harga rumah. Sangat meroket. Tidak sebanding dengan pendapatan perkapita rata-rata pekerja di Indonesia. Dengan demikian, semakin banyak generasi milenial yang terancam tidak memiliki rumah di masa mendatang.
Perjalanan saya dan suami dalam menemukan rumah idaman pun memiliki kisah tersendiri. Kami juga tidak langsung serta merta mendapatkan rumah impian kami. Bahkan yang di khayalkan sangat jauh dari kenyataan. Yang awalnya ingin bangun rumah dari nol (karena kebetulan kami sedari pacaran sudah menyicil sebidang tanah untuk kelak kami bangun rumah impian kami) ternyata kami malah rumah baru.
Banyak pertimbangan yang kami renungkan bersama kala itu. Pertama, tentu saja dari sisi finansial. Kebetulan tanah kosong yang kami beli tersebut memiliki luas 22*24 meter persegi. Kami beli sekitar tahun 2018. Dan kebetulan juga, kami memiliki seorang kenalan yang berprofesi sebagai arsitek. Dia membantu kami untuk membuat rancangan bangunan dan perhitungan estimasi biaya pembangunan. Untuk pembangunan rumah di tanas seluas itu, menurutnya kami harus merogoh kocek 1 Miliyar Rupiah (kurang lebih). Itu harga dasarnya saja, seperti harga bahan bangunan, gaji tukang, dan biaya pemasangan air dan listrik (berdasarkan estimasi perhitungan harga pembangunan rumah atau bangunan di Kota Medan tahun 2019). Belum termasuk design interior. Untuk kami, kaum milenial yang penghasilannya merupakan gaji bulanan dari kantor, ini adalah berita yang menyeramkan.
Setelah kami hitung-hitungan lagi, sangat tidak wajar jika kalau harga pembangunan rumah ditambah dengan harga tanah yang sudah kami keluarkan terlebih dahulu tersebut menjadi sebesar itu. Kami hanya tinggal berdua saja dan sudah memutuskan akan childfree untuk waktu yang lama. Jadi untuk apa rumah sebesar dan semahal itu?
Selain itu, dengan membeli rumah yang sudah siap huni, kami tidak perlu dipusingkan dengan segala printilan urusan membangun rumah seperti pengurusan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), menghitung biaya bahan material bangunan serta izin keamanan dari preman setempat (kalau yang terakhir ini sudah rahasia umum ya).
Dan yang paling penting adalah saat itu kami menghindari peminjaman uang (KPR = Kredit Pemilikan Rumah) dari Bank. Kami bertekad akan membeli rumah dengan uang cash. Bagaimana pun caranya. Jadilah kami betul-betul menabung ketat. Semua pengeluaran dicatat dan harus jelas untuk apa.
Alasan yang diberikan suami ku saat itu sangat menamparku sekaligus menyadarkanku. Menurutnya, salah kaprah bahwa kita menganggap Rumah yang akan ditinggali adalah Investasi. Suatu rumah dianggap sebagai investasi jika rumah tersebut bukan rumah yang ditinggali, melainkan rumah kedua/ketiga/dst yang memang akan kita jual kembali atau rumah kosong milik kita yang kita sewakan ke orang lain. Rumah yang kita tinggali tersebut sejatinya adalah Beban Konsumsi, dan bukan Aset. Mengapa begitu?
Aset berfungsi untuk menambah kekayaan dan menyimpan uang kedalam dompet. Sementara Beban berfungsi untuk mengurangi kekayaan dan mengeluarkan uang dari dalam dompet.
Robert Kiyosaki
Rumah yang kita tinggali pada dasarnya akan menguras dompet kita. Suatu saat nanti rumah akan rusak dan memerlukan perbaikan. Semakin besar bangunan tersebut, effort untuk merawatnya pun semakin besar. Semakin besar effort perawatannya, tentu semakin tinggi biaya maintanance-nya. Dan memiliki rumah tentu ada fix costyang harus kita bayar setiap bulan, seperti uang listrik, uang PDAM ; dan biaya tahunan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Biaya Renovasi/Perbaikan.
Pertimbangan kedua adalah sisi mindset. Kami sejak tahun 2019 sudah bertekad akan melanjutkan gaya hidup minimalis sampai kapan pun itu. Mindset ini juga yang menjadi pertimbangan kami dalam membeli rumah di tahun 2020 kemarin. Dan sejak saat itu, banyak perubahan positif di dalam hidup kami. Kami menjadi sangat lebih berhati-hati dalam memutuskan sesuatu, terutama dalam hal membeli barang. Kami berdua setuju, bahwa suatu rumah pada dasarnya adalah suatu bangunan biasa. Cara kita mengelola bangunan tersebutlah yang akan membuatnya berbeda.
Rumah yang besar bukan menjadi patokan bahwa keluarga yang akan tinggal didalamnya merasa nyaman dan hangat. Mau besar ataupun kecil, selama rumah tersebut dapat memenuhi kebutuhan, fungsi rumah tersebut tepat sasaran, serta penyusunan dan tata kelola perabotan dirumah tersebut tertata rapi, pasti rumah tersebut akan nyaman untuk ditinggali.
Pada akhirnya, membeli rumah bukanlah untuk ajang gengsi-gengsian. Membeli rumah haruslah sesuai dengan kebutuhan, dan yang paling penting harganya cocok dikantong kita masing-masing
(Baca juga : https://bethaniafeby.com/2021/07/16/minimalism-changed-me/).
Singkat cerita kami berlabuh disebuah rumah berukuran super minimalis. Rumah yang kami beli adalah sebuah bangunan yang didirikan dilahan seluas 48 meter persegi dengan bangunan 2 tingkat. Rumah kami terdiri atas Teras kecil yang berfungsi sebagai taman mini yang disusun vertikal, 1 Kamar Utama, 2 Kamar Tamu, 2 Kamar Mandi, Dapur Bersih, Dapur Kotor, Laundry Room dan Balkon di lantai 2. Awalnya, kami skeptis apakah rumah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Namun, sudah hampir 2 tahun kami tinggal dirumah minimalis ini. Sampai detik ini pun tidak ada penyesalan yang kami rasakan. Yang ada hanyalah rasa bersyukur karena kami merasa keputusan yang kami ambil untuk membeli rumah ini di tahun 2020 kemarin sangatlah bijak.
Kami membeli rumah pada saat awal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Semua harga properti jatuh-sejatuhnya. Disaat orang-orang saving money cash, disaat itu pula kami memberanikan diri untuk membeli rumah secara cash. Dan seperti semesta mendukung, kami dipertemukan dengan seorang Deveploper yang sangat baik hati. Berdasarkan negosiasi kami dengan Beliau, Kami diberikan harga yang sangat Best Dealdengan beberapa bonus kejutan lainnya.
Berikut beberapa hal yang bisa Anda pertimbangkan apabila ingin membeli rumah dengan harga Best Deal :
1. Pilihlah rumah dengan lokasi se-strategis mungkin. Rumah yang kami pilih memiliki akses ke berbagai lokasi seperti Kantor kami, Pasar Tradisional, Rumah Sakit, Pusat Perbelanjaan, dan Jalan Protokol yang sangat dekat. Kami melakukan survey harga dilokasi tersebut. Hasilnya, kami mengetahui bahwa lokasi rumah dengan harga yang diberikan Developer sudah sangat-sangat Best Price. Penting juga untuk kita mempelajari tips and trick ilmu tawar-menawar ketika ingin membeli rumah. Tawar sekandas mungkin.
2. Jikalau harga sudah mepet alias sudah tidak bisa ditawar lagi dan kita rasa memang harganya sudah dibawah ekspetasi kita, maka langkah selanjutnya adalah minta bonus tambahan. Berdasarkan negosiasi yang kami lakukan dengan Developer, Beliau memberikan bonus yaitu memberikan biaya gratis jikalau kami ingin memodifikasi beberapa bagian rumah tersebut sesuai dengan kebutuhan kami.
3. Dan yang terakhir, usahakan urusan Pengurusan surat-menyurat menjadi tanggung jawab Developer. Biaya notaris, biaya AJB (Akta Jual Beli), biaya Balik Nama, biaya Notaris, biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) atas rumah kami semuanya ditanggung oleh Sang Developer. Alias semuanya biaya-biaya tambahan tersebut sudah include dengan harga pembelian rumah tersebut.
Bersama rumah minimalis ini, kami juga banyak mendapatkan pelajaran, terutama dalam hal design interior. Dengan bermodalkan akun Pinterest, Instagram dan Youtubekami mencari berbagai referensi bagaimana agar setiap sudut dirumah kami dapat dimaksimalkan fungsi dan ruangnya. Puji Tuhan, sampai dengan pembuatan kitchen set, rak sepatu bawah tangga dan ruang TV pun kami dipermudah. Kami tidak menggunakan jasa design interior.
Kami dipertemukan dengan seorang pekerja meubel lokal. Beliau sudah sangat sangat expert dalam hal membuat kitchen set, lemari pakaian, dsb. Karena Beliau pekerja lepas yaitu tidak dibawah naungan label perusahaan apapun, Beliau memberikan kami harga yang sangat best deal. Lagi-lagi jalan kami dimuluskan oleh Tuhan.
Saya dan suami memutuskan untuk sharing pengalaman kami ini bukanlah untuk menyombongkan diri. Namun, melalui blog saya ini, kami ingin membagikan semangat kepada teman-teman sekalian. Terutama bagi kaum milenial, yang saat ini banyak yang bergumul mengenai ini. Membeli rumah memang hal yang sangat penting, namun jangan sampai itu membebanimu. Akan ada selalu jalan keluar bagi setiap orang yang ingin berusaha. Jika saatnya sudah tepat, alam semesta pun ikut bekerja.
Saran kami, mumpung masih muda, banyak-banyaklah menabung. Lebih baik lagi jika diinvestasikan dalam bentuk deposito, reksadana, atau saham jangka panjang. Jadi begitu kalian memutuskan untuk membeli rumah, paling tidak modal awal kalian sudah ada. Jika kalian terpaksa harus KPR pun, cicilan nya tidak berat karena modal awal yang kalian keluarkan diawal (hasil investasi tersebut) sudah besar. Jangan kemakan gengsi melihat teman sudah punya ini dan itu. Setiap kita berbeda waktu start-nya.