Beberapa waktu yang lalu aku menghadiri pernikahan temanku. Apa mau dikata, umur segini memang sudah saatnya aku mendapati berita bahagia seperti lamaran, pernikahan, lahiran, hingga melihat unggahan bangganya teman-temanku yang sudah menjadi ayah atau ibu mengenai perkembangan anaknya.
Ketika mendapat kabar seperti itu—terutama pernikahan—mereka pasti lagi bahagia banget akhirnya bisa hidup berdampingan dengan orang pilihan mereka. Aku masih ingat betul rasanya, terutama ketika sedang proses mempersiapkan ini itu buat pernikahan. Gak jarang kadang aku iseng bilang ke suamiku, “Resepsi lagi, yuk,” yang jawabannya diikuti dengan gelengan kepala sambil bercanda, “Gak ah, pusing.”
Tak terasa kini aku pun hampir menjalani satu tahun pernikahan. Perasaan sudah banyak yang aku lewati, tapi tetap banyak yang masih kupelajari.. Aku bahkan tadinya ‘orang itu’ yang setiap melihat orang pacaran maupun menikah berpikir, “Kok bisa ya mereka gak takut dengan komitmen?” Acap kali aku memikirkannya juga dengan rasa takut.
Belum lagi sekarang banyak konten di media sosial yang menceritakan tentang kegagalan sejoli untuk menjalin kasih, hingga konten fear mongering kalau pernikahan itu momok menyeramkan. Seperti, “Bayangkan, seumur hidup kamu bakalan bareng orang yang ke depannya bisa saja berubah sementara kamu gak bisa semerta-merta minta memutuskan hubungan karena kamu sudah mengikrarkan janji suci.” Akhirnya, gak sedikit pula yang berakhir gak percaya kalau ikatan cinta antara dua orang itu hal yang mungkin.
Aku bukan pakar hubungan. Aku menulis ini pun cuma berdasarkan pengalaman, perasaan, dan intuisiku saja. Ambil yang baik dan buang yang buruknya, ya.