Sebagaimana blog ini yang juga menjadi ruang tunggu dari himpunan kisah, yang harapannya jika dituliskan di sini dapat memberi manfaat bagi yang membaca.
Berbicara tentang ruang tunggu, bisa jadi yang terbayang adalah layaknya ruangan atau tempat yang digunakan untuk menunggu, atau terbayang seseorang yang sedang menunggu sesuatu di suatu tempat, atau ruangan itu identik dengan tempat yang teduh seperti di bawah pohon atau taman dan berbagai hal lain yang terbayang tentang ruang tunggu dan bisa jadi akan jauh lebih simpel atau bahkan kompleks, tergantung dari bagaimana sudut pandang masing-masing.
Namun, izinkan aku berbagi sedikit kisah tentang ruang tunggu. Ruang tunggu yang bukan terbayang secara eksplisit, namun lebih tepatnya secara implisit. Ruang tunggu yang selalu melekat dalam diri beriringan dengan ikhtiar. Ia yang juga berisikan dengan berbagai dimensi tak terwujud, yang menimbulkan pertanyaan, bagaimana semestinya ruang tunggu dapat berfungsi dengan baik.
Tidak perlu jauh-jauh, kita coba menelisik makna dari peristiwa yang dekat dengan kita. Contohnya di sini adalah peristiwa selesainya tulisan ini. Perlukah ruang tunggu? Jawabannya perlu. Ruang tunggu itu menyediakan tempat untuk menunggu datangnya ide, menunggu datangnya kesempatan, menunggu datangnya sehat jika yang menulis sedang sakit, menunggu adanya koneksi internet, dan lain sebagainya. Tapi, selesai atau tidaknya tulisan ini tergantung dari gerak langkah yang diusahakan dalam ruang tunggu itu. Sehingga datanglah ide, kesehatan, kesempatan, koneksi internet, dan lain sebagainya.
Contoh lainnya adalah peristiwa datangnya pelangi. Apakah perlu ruang tunggu? Jawabannya perlu. Ruang tunggu itu menyediakan tempat untuk menunggu selesainya hujan dan menunggu datangnya sinar matahari. Tapi, datang atau tidaknya pelangi tergantung dari faktor-faktor alam lainnya. Sehingga selesailah hujan dan datangnya sinar matahari yang menjadi pokok utama dari kehadiran pelangi.
Jadi, memang dalam ruang kehidupan selalu disediakan ruang tunggu. Namun, terkadang ruang tunggu dialih fungsikan menjadi ruang-ruang yang lain, sehingga tidak berfungsi sebagaimana layaknya ruang untuk menunggu. Sebut saja seseorang yang sakit, kemudian harus berobat dan perlu mengantri di ruang tunggu. Pertanyaannya, apakah orang tersebut hanya menunggu dengan duduk diam saja, kemudian namanya dipanggil? Tidak bukan. Tentu, dalam fase menunggu itu, orang tersebut sudah punya tiket yang berisikan nomor antrian untuk bisa dipanggil.
Artinya apa? Ruang tunggu itu tidaklah kosong hanya dengan harapan yang ingin kita capai. Tapi, ruang tunggu itu adalah momen untuk kita bisa mengisi amunisi yang cukup, sehingga sampailah kita pada tujuan. Dengan kata lain, seseorang yang menunggu di ruang tunggu bukan menunggu dengan diam tak berkutik, namun menunggu itu bermakna bahwa seseorang sedang berusaha atau melakukan sesuatu (dalam fase menunggu) hingga sampailah pada tujuan yang diharapkan atau tidak.
Puncaknya adalah sebagai seseorang yang mengaku dengan keberadaan Allah swt, bahwa segala sesuatu yang terjadi selalu ada campur tangan-Nya. Jadi semisal dalam ruang tunggu itu kita melakukan hal yang kurang tepat akibat berbagai hal, sehingga tujuan tidak berjalan mulus sesuai harapan. Maka, belajarlah untuk menerima. Bahwa segala sesuatu tidak bisa hanya disandarkan pada diri kita sendiri. Bagaimanapun juga, ruang tunggu dalam kehidupan ada pemiliknya. Pemilik ruang tunggu itu tidak lain adalah Allah swt dan segala ketetapannya adalah baik untuk kita, jika kita mau mengambil pelajaran darinya.
Semoga kamu yang membaca tulisan ini, senantiasa Allah swt beri hati dan pikiran yang lapang dalam ruang tunggu yang berisikan pernak-pernik semangat untuk berusaha menapaki kehidupan.
