“Surat itu dituliskannya tepat 28 Maret lalu. Ia seperti ingin mengulang sesuatu, dituangkannya dalam beberapa lembar. Tidak terlalu pagi, setelah jam sarapan berakhir. Ketika rumah telah lengang, tinggal suara jam dinding dan beberapa kicau burung pipit di pekarangan belakang rumah. Perempuan itu menulis takdirnya, mengulangi permintaan maaf…”