Berkaca pada aktivitas saya beberapa minggu belakangan ini. Berunding dengan suatu organisasi dalam suatu perusahaan. Sebelumnya perlu digarisbawahi bahwa tulisan ini bukan dalam konteks untuk menilai perilaku para pihaknya atau juga mengkomentari mengenai jalannya perundingan yang saya ikuti ini. saya hanya berbagi cerita dan berbagi pandangan.
Perundingan pada dasarnya bertujuan untuk tercapainya suatu mufakat demi kemajuan bersama dan juga kebaikan bagi perusahaan tempat dimana para pihak ini bernaung. Tentunya kebaikan bagi perusahaan itu adalah dimana tingkat produktifitas karyawan meningkat seiring peningkatan tuntutan yang diminta oleh karyawannya.
Mestinya peningkatan pendapatan itu berbanding lurus dengan tingkat produktifitas dan beban kerja. Betul?
walaupun jujur untuk hal diatas, masih terasa sangat ideal yaa. tapi setidaknya itulah tujuan dilakukannya perundingan yang telah tertulis suatu tata tertib. Tata tertib? memang dibutuhkan ya? ya jelas perlu dong. Bahasa sederhananya tata tertib itu sama dengan rule of the game atau rambu-rambu yang harus dihormati oleh masing-masing pihak ketika berunding.
Keberadaan rule of the game atau ground rules (tata tertib) ini wajib hukumnya sebelum perundingan dimulai. Tujuan mengapa perlu adanya tata tertib perundingan , ya tidak lain adalah untuk membantu lancar dan tertib nya suatu perundingan serta menjaga agar ruh dari suatu perundingan yaitu rasa saling menghargai tetap terjaga.
Dengan rasa saling menghargai atau respect inilah maka dalam suatu perundingan tidak ada istilah atasan bawahan, bos ataupun anak buah. Walaupun mungkin kenyataannya salah satu pihak adalah staff atau anak buah dari pihak lainnya. Dalam hal berunding, sejenak kedudukan struktural itu dikesampingkan.
Semua anggota tim perundingan memiliki kedudukan sejajar. masing-masing pihak memiliki hak yang sama untuk mengutarakan pendapat, memberikan pertanyaan, menyanggah sampai mengambil suatu keputusan berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh konstituennya.
Para pihak mempersiapkan proposal atau tawaran nya masing-masing lengkap dengan argumentasinya atau mungkin referensi hukumnya. Proposal ini yang nantinya akan dibahas selama perundingan berlangsung.
masing-masing pihak memiliki kesempatan yang sama dalam berbicara. para pihak tidak boleh memotong pembicaraan ketika pihak lain berbicara, kata-kata yang dipakai adalah kata-kata yang santun dan tidak menyinggung SARA. Serta hal- hal lain yang harus dilakukan dalam berkomunikasi yang baik.
Jadi tidak seperti di acara TV itu yah dimana terkadang kita tidak dapat mencerna informasi secara utuh lantaran masing-masing pihak ingin menang sendiri dan tidak memberikan kesempatan pihak lain untuk berbicara.
namun memang dinamika dalam perundingan itu tidak bisa kita tebak atau kita atur. kalaupun ada drilling dalam perundingan, itu juga hanya bagian dari persiapan internal masing-masing pihak.
jujur dalam perundingan ini kalau kita mencoba untuk mempelajarinya, maka kita akan belajar mengenal berbagai karakter atau watak dari tim perunding tersebut.
Setidaknya selama berunding ini, saya dapati ada tipe-tipe seperti ini:
Wise Man
Berbicaranya tenang, berusaha fair dalam melihat situasi, tidak suka menggunakan kata-kata yang “menekan” dan biasanya menjadi perendam situasi
Bad Guy
Menunjukkan sifat dan kata-kata yang menekan, suka mengkritik dan terkadang bisa mempengaruhi mood pihak lawan dan ritme perundingan.
Thinker
Tipe yang berpikir logis, suka menganalisa dari berbagai data empirik dan sumber data. apabila memberikan tanggapan atau pernyataan selalu didasarkan oleh data dan referensi tertulis.
Agruer
Suka mengkritik dan selalu memberi sanggahan walaupun terkadang pernyataannya tidak didukung dengan data. biasanya kritis bukan terhadap konten tetapi lebih ke pernyataan dan perilaku anggota tim perunding.
Melow
Tipe ini kalau berbicara mendayu dan selalu menjelaskan sesuatu dengan “cerita sedih” untuk menarik empati dan simpati dari pihak lain.
namun apapun karakter yang kita tunjukkan saat perundingan, prinsip win win haruslah tetap menjadi dasar berpikir kita. Walaupun agak bias ketika kita berbicara prinisip win win apabila tujuan perundingan dilihat secara parsial hanya dari sisi salah satu pihak.
Sulit rasanya tercapai mufakat jika salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak masih berpikir bahwa suksesnya perundingan didasari dengan berapa banyak proposal atau tawaran yang diterima oleh pihak lawan.
Artinya dalam berunding perlu disamakan dulu frekuensi antara kedua belah pihak. jangan sampai yang satu ke arah bandung, sedangkan yang lain ke Lampung. Ya sudah pasti berlawanan arah dong yaa!
Frekuensi tidak akan pernah sama jika salah satu atau kedua belah pihak masih memiliki mindset “Just Win”.
ingin menang atau ingin proposal nya diterima oleh tim perunding lain adalah wajar, namun jangan sampai keinginan itu menjadi obsesi sehingga membuat kita tidak berpikir jernih dan tidak berusaha untuk menelaah dengan baik argumentasi pihak lain.
Ingat di dalam perundingan itu, tanpa kita sadari akan ada transfer knowledge dan penukaran informasi. Bukan berarti kita menelan mentah-mentah informasi tersebut, namun tidak pula blocking. Please be proportional and be open minded.
Didalam suatu perundingan memang akan ada perdebatan, itu pasti. namun perundingan ini bukanlah lomba debat yang tujuannya adalah kemenangan salah satu pihak saja. Perundingan sejatinya adalah untuk kemenangan dan kebaikan bersama.
hingga hari ini, perundingan tetap berlangsung. tidak ada kata sepakat, kalau pun sepakat adalah sepakat untuk tidak sepakat.
apakah saya bosen dengan hal ini? tidak juga sih, justru saya sangat menikmati perundingan ini. menikmati setiap dinamikanya dan tiap emosi yang muncul. Bukan berarti saya senang lihat orang ribut lho yaaa…!
Saya menikmati karena saya jadi belajar bagaimana cara menghadapi pihak lain dengan segala permintaannya yang mohon maaf bagi saya tidak logis dan tidak berdasar. saya juga jadi belajar untuk tidak “baper” dengan komentar pedas dari pihak lawan yang ditujukan untuk menjatuhkan argumentasi saya. maklum kadang saya suka baper dan kebawa pikiran..hahhaa.
Namun hal terpenting yang bisa saya pelajari dari situasi ini adalah bagaimana mengendalikan diri ketika berargumen agar argumentasi yang disampaikan itu runut, didukung dengan data, fakta dan juga dasar hukum yang jelas.
Bagi saya berunding itu suatu seni. Berunding itu suatu ilmu, ilmu yang mengajarkan kita untuk bisa mendengarkan dan memahami sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Berunding bukan hanya sekedar untuk menang. Berunding itu untuk menemukan suatu mufakat demi kebaikan dan kemenangan bersama. Setuju?
Sekedar berbagi pengalaman 🙂
source image: https://www.ruangguru.co.id/wp-content/uploads/2019/11/180406-Musyawarah-820×510.png