A teenage girl texted me. She was having a dilemma. She was caught between two choices.
Dia share hasil tes minat bakat yang dilakukan di sekolah beberapa waktu lalu. Hasilnya tidak begitu mengejutkan bagi kami berdua. Hasil itu sama dengan hasil yang pernah kami berdua coba telusuri.
So, ceritanya waktu itu dia galau harus pilih jurusan apa di sekolah. Ada form dari sekolah yang perlu ia isi. Dan setelah berdiskusi dengan keluarga, ia pun memilih jurusan X dan mengembalikan form ke sekolah. Akan tetapi hatinya gelisah. Jadi dia share kegalauannya itu ke gue.
I think I know what happened, pikir gue saat itu. Tapi sepertinya bukan hal yang benar bila gue memberitahunya. Maka, gue pun coba untuk membimbingnya melalui pertanyaan.
Instead of merespon secara orally, gue memintanya untuk menuliskan jawaban dari setiap pertanyaan yang gue ajukan.
Kenapa ditulis? Karena gue udah kenal dia lama sekali. Gue bisa menduga bagaimana ia akan merespon pertanyaan gue secara oral. Akan ada banyak tabrakan konflik kepentingan antara suara hati, analisis otak, fear, defense mechanism, survival mode, ramelah pokoknya. Jadi gue berusaha untuk membangun situasi di mana ia dapat menjadi jujur dan vulnerable dengan dirinya sendiri.