Sejatinya, semua hal yang saya tulis di manapun itu, biasanya bersumber dan untuk diri sendiri dulu, baru deh buat orang lain.
Seperti ketika saya menulis, tentang mempertahankan pernikahan.
Duh, nggak sekali dua kali loh saya mendapatkan komentar di mana konotasi seseorang yang bertahan dalam pernikahan yang kayaknya kok nggak bahagia, adalah sebuah kebodohan.
Padahal, nggak sekali dua kali juga, saya menuliskan bahwa mempertahankan pernikahan, apalagi demi anak itu, adalah sebuah keputusan untuk menderita seumur hidup.
I mean, woeeeee…woeeee..woeeee!!!
Even manusia-manusia hebat yang dikasih ujian keterbatasan fisik dan mental oleh Allah, pasti dikasih kelebihan juga kan.
Apalagi yang masih punya tubuh yang normal, pikiran yang normal.
Do something selain meratapi nasib, kan bisa ya!
Jadi, siapa bilang, istri yang mempertahankan pernikahannya karena anak itu, seumur hidup akan menderita. Kayak kalau udah cerai, auto bahagia tak berujung aja.
Padahal, banyak juga yang setelah cerai, eh malah makin stres dan menderita karena terlunta-lunta, ujung-ujungnya asal nerima lamaran orang lain, tapi ternyata salah juga.
Eh maaf, jadi meluas dah bahasannya, hahaha.
Intinya demikian, bahwasanya mempertahankan pernikahan demi anak itu, nggak melulu jadi manusia yang ngenes. Apalagi si Rey!.
Mengapa?
Karena AKOH SANGAT TIDAK TAHAN HIDUP SUSAH!
Suer!
Saya salut loh sama orang-orang yang marah berlama-lama, galau berlama-lama, menikmati sakit hati dan kesedihan berlama-lama.
Ya ampuuunn, akoh sungguh tidak tahan sedih, nangis, sakit hati berlama-lama. Serius!
Menurut saya, sedih, susah hati, marah, memendam dendam, itu bikin hidup jadi susah aja nggak sih. Segala hal jadi terasa nggak asyik.
Jadi, kalau saya marah, kesal dan sedih, saya pasti ngamuk, saya pasti marah, saya pasti nangis, bahkan kadang jejeritan.
Tapi, setelah itu, ya udah!.
Selangkapnya di blog reyneraea.com tentang Bukan wanita kuat