Dulu, saat masih duduk di bangku SD, Jeni Karay memiliki kenangan unik yang melekat kuat di benaknya. Di tengah tumpukan buku pelajaran dan cerita anak-anak, ada satu hal yang terusik di hatinya. Karakter-karakter dalam buku itu selalu terasa asing—datang dari luar negeri, tidak memiliki kaitan dengan kesehariannya di Jayapura, atau bahkan digambarkan tanpa ciri khas yang bisa ia kenali seperti kulit yang berwarna coklat dan berambut ikal. Ia tidak bisa melihat anak-anak sepertinya, menjadi tokoh utama.
“Saya selalu berpikir, kenapa sih karakternya bukan anak-anak Papua? Dengan latar belakang pemandangan Danau Sentani?” kenang Jeni.
Pertanyaan sederhana itu ternyata menanamkan benih komitmen yang mendalam. Jeni berjanji pada dirinya sendiri: suatu hari, ia akan membuat buku anak-anak Papua. Sebuah janji yang kini terwujud nyata.