Logikanya begini.
Kalau sebuah rumah tangga berisi suami istri yang selalu akur, tentu saja kedua pasangan tersebut akan merasakan kedamaian hati.
Hati yang damai membuat kehidupan jadi lebih baik, fokus dalam bekerja juga lebih maksimal, dan tentunya akan membuahkan hasil pekerjaan yang jauh lebih baik.
Bayangkan saja, misal suami dan istri hendak berangkat kerja di kantor, sebelum berangkat mereka berantem dulu, nggak ada yang mau ngalah.
Otomatis kan jadi badmood tuh, dan badmood itu, terbawa sampai di kantor.
Karenanya, tidak jarang, bahkan seringnya, badmood dari rumah tersebut, dilampiaskan terhadap rekan kerja, juga klien.
Kebayang nggak sih gimana dampaknya terhadap pekerjaan kita?
Belum lagi kepikiran akan sakit hati dengan ucapan atau tindakan pasangan, bakalan bikin susah fokus bekerja kan.
Dan boro-boro ada semangat kerja, yang ada malah pengennya melakukan suatu hal yang bikin otak lebih dingin, dan tentu saja itu bukan bekerja.
Begitulah kondisi para suami yang berangkat mencari nafkah, meninggalkan kondisi keluarga yang tidak harmonis.
Yang ada, berangkatnya sambil bawa rasa kesal, tidak ridha ke istri.
Ditambah istri juga sakit hati, merasa terdzalimi, kebayang nggak sih, kondisi buruk seperti itu, kira-kira malaikat pembawa rezeki, bakalan mau mampir membagikan keluarga kita rezeki nggak sih?
Boro-boro malaikat ya, tamu manusia aja malas mampir, kalau rumah kita penuh pertikaian, bikin nggak nyaman aja kan.
Begitulah kira-kira, maksud dari rezeki suami tergantung istri, di mana jika istri bahagia, dia akan lebih semangat menyebarkan cinta dan perhatiannya kepada keluarganya, terlebih kepada suaminya yang menjadi imamnya.
Dan suami yang dicintai serta dimanjakan istri sedemikian hebatnya, akan menjadikan diri suami jadi bahagia dan lebih semangat.
Ibarat orang yang lagi jatuh cinta, berbunga-bunga, lebih semangat dalam mencari rezeki, dan insya Allah, rezeki yang didapatkan juga lebih banyak dan berkah.
Selengkapnya baca di blog ya 🙂
Baca Selengkapnya
Visit Blog