Dunkin Donuts bagiku adalah makanan yang kalau orang sebut aku lebih teringat kenangannya daripada rasanya.
Pertama kali aku mencoba Dunkin Donuts adalah ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar sekitar awal tahun dua ribuan. Saat itu Dunkin Donuts adalah makanan yang sangat mewah. Kalau dipikir-pikir aku beruntung sekali bisa merasakan Dunkin Donuts di saat ekonomi keluarga ku yang jauh dari pas-pasan.
Kala itu, Bapak yang seorang petani berteman dengan pengusaha sukses di kampungku. Sehingga seringkali sahabatnya itu berkirim makanan yang menurut kami ‘mewah’ setiap kali pulang dari dinasnya.
Donuts dengan toping berwarna-warni ini sering jadi rebutan aku dan adik-adikku. Rasa cokelat memang enak tapi aku paling suka rasa Mint nya.
Aku tak ingat kapan perusahaan waralaba Dunkin Donuts ini mulai merajalela di Indonesia. Karena sejak dulu sampai saat ini keluarga kami tidak memiliki televisi di rumah.
Aku mengingatnya karena setiap kali mudik lebaran plang nama Dunkin Donuts yang besar itu selalu terlihat bahkan dari kejauhan.
Terletak di Jalan Kopo Bihbul Soreang, tepat di jalur trayek angkutan umum Bandung-Ciwidey. Dulu belum ada tol Soroja, sehingga bepergian menuju dan dari Kota Bandung pasti terlewati.
Aku masih ingat betul tokonya besar sekali dan dari luar pun terlihat donat yang bergeser rapi di etalase kaca.
Setelah beranjak dewasa, aku tidak tinggal di Ciwidey lagi. Tol Soroja telah beroperasi sehingga sekalinya pulang kampung ke Ciwidey sudah tidak melewati Jalan Kopo Bihbul lagi.
Bulan lalu, aku pergi ke salah satu klinik di Soreang untuk vaksin anak ku yang pertama. Sengaja naik sepeda motor diantar adik ku agar bisa mampir beli makanan untuk dibawa pulang.
Kebetulan dia memang senang sekali dengan makan donut. Sebagai reward dia sudah berani vaksin aku memutuskan untuk mampir ke Dunkin Donuts Soreang.
Waaah akhirnya diri ini bisa beli donut di Dunkin Donuts Soreang setelah berpuluh puluh tahun lamanya.
