Baru saja saya selesai membaca Days at the Morisaki Bookshop karya Satoshi Yagisawa-dan merasa hampa, bukan karena ceritanya terlalu sedih melainkan karena buku Days at the Morishaki Bookshop terlalu takut untuk memberikan kesan yang dalam. Buku ini ramai dibicarakan orang sebagai buku yang memberikan kenyamanan, lembut dan menghangatkan, nyatanya hanya berjalan ditepian.
Saat mulai menyentuh luka, lalu alur buru-buru berbalik arah. Takako, sang tokoh utama yang ditimpa kehilangan, penghianatan, dan krisis identitas semua itu hanya menjadi latar, bukan substansi. Ia kehilangan arah, lalu tiba-tiba sembuh. Ia terluka, tapi tidak pernah berdarah. Dan pembaca diajak percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja, hanya dengan berada di sebuah toko buku kecil yang sepi dan nyaman.
.