Assalamu’alaykum, Diaris.
Alhamdulillaah.. nggak kerasa udah dua tahun lebih aku mengarungi bahtera rumah tangga, begitu menikmati peran sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu. Jujur, sampai detik ini aku masih nggak percaya bisa sampai di fase ini. Aku yang seorang jomlowati selalu menutup diri dari laki-laki yang berusaha mendekati hingga nyaris dikira lesbi, kini sudah menikah dengan laki-laki pilihan hati, pilihan Alloh Swt itu pasti, sampai memiliki buah hati. Nikmat mana yang kau dustakan?.
Kenapa menutup diri, bukan menutup aurat? hehe. Jadi, dulu aku pernah pacaran, tapi di usia sekolah. Jelas itu sebuah pelanggaran atas peraturan yang telah dibuat orangtuaku karena menurut mereka pacaran bisa mengganggu aktivitas sekolah. Mohon maaf dengan berbangga hati ini harus kuceritakan bahwa aku sering menjadi juara kelas. Bagaimana tidak, kegiatanku sehari-hari 70% belajar, sisanya bagi-bagi deh. Sayang sekali jika semuanya berantakan gara-gara pacaran, dan itu memang kenyataan yang harus kuhadapi pada akhirnya. Hmmm mau gimana lagi, aku nggak bisa mengelak dari benih-benih pubertas yang menyebar di seluruh jiwa dan ragaku.
Aku pacaran secara sembunyi-sembunyi alias backstreet dari orangtuaku walaupun ujung-ujungnya ketahuan juga. kena marah nggak? kena dong, tapi omel doang, nggak sampai ngusir dari rumah dan nggak membuat aku jera, lagian aku pacaran juga nggak aneh-aneh kok, nggak pernah berduaan di tempat sepi, selalu rame-rame di tempat rame pula. Mungkin karena itu juga aku sering diselingkuhi, akunya nggak asyik kali ya, nggak bisa diajak berdua-duaan. Ya gimana, aku begini orangnya, aku tuh nggak suka jadi pusat perhatian.
Kenapa ya pacaran tuh enaknya pas fase pedekate, kerasa banget gitu berbunga-bunga. Giliran udah jadian, bawaanya negative thinking mulu, ditambah ribet juga, nggak bebas karena harus membuat laporan dari aktivitasku sehari-hari, padahal orangtuaku juga nggak pernah meminta itu, sing penting pulang sekolah langsung pulang, kalau mau main keluar izin dulu, tapi aslinya jarang main keluar sih, bisa dihitung jari berapa kali dalam setahun. Salah satu poin kenapa aku nggak pernah pacaran lama-lama, pastinya pada nggak betah pacaran sama cewek ngandang kayak aku.
Eh omong-omong nih ucapan orangtuaku ada benarnya juga. Selama pacaran aku merasa kehilangan fokus belajar, pendidikanku cukup berantakan, beberapa nilai ujianku dengan mudahnya berubah warna jadi merah. Sepertinya saat itu aku sudah tak lagi menjadi kebanggaan orangtua yang telah merawatku dengan sepenuh hati. Aku pelanggan setia juara kelas, paling buruk pun masuk sepuluh besar, telah berubah menjadi si nol besar hanya karena mengenal cinta, cinta semu dan nafsu.
Bagaimana bisa fokus, jika saat belajar aku masih rajin membalas pesan pacarku, bawaannya tuh ingin berbalas pesan terus, dan nggak sabar menunggu waktu telponan. Lebih banyak baca pesan dari pacar daripada baca buku. Parahnya lagi saat diselingkuhi dan putus cinta, perasaan jadi nggak karuan, nggak mood, makin nggak fokus belajar, apalagi harus memahami isi bacaan materi untuk ujian, sudahlah buyar. Alay nggak sih?. Maklum masih ABG bau kencur, tambah kunyit, lengkuas, dan jahe. Puyeng.. punyeng.. deh. Mungkin ini nggak berlaku bagi mereka yang bilang pacaran sebagai motivasi belajar. Mungkin juga mereka nggak alay kayak aku yang nggak pintar mengatur waktu dan pikiran.
Asli nggak ada manfaat yang kurasakan selama pacaran selain merasa gaul dan laku. Jualan kali ah. Sejak itu kuputuskan untuk hijrah dari pacaran, berproses untuk memperbaiki semuanya, khususnya pendidikan. Aku nggak mau orangtuaku kecewa, apalagi menjadi mahasiswa itu nggak murah. Maklum ya nggak berhasil dapat beasiswa, terpaksa disubsidi orangtua. Aku harus segera lulus kuliah dengan predikat baik, nggak boleh sampai ngulang, apalagi jadi mahasiswa abadi. Big no!!!!!.
Selama berproses untuk tidak pacaran, disitulah aku tahu bahwa ternyata pacaran itu tidak dibenarkan oleh agamaku jika dilihat dari aktivitasnya yang memang nyaris mendekati zina. Kalau tidak mendekati zina gimana?, pikir sendiri aja ya, ada nggak kira-kira yang pacaran tanpa komunikasi, tanpa bertemu, tanpa deg-deg-ser, tanpa saling membayangkan. Entahlah, yang pasti aku memilih untuk tidak pacaran atau biasa orang menyebutnya jomlo. Aku hanya ingin melakukan hal-hal yang bisa memberi manfaat untuk hidupku.
Ternyata memilih jadi jomlo nggak mudah juga. Aku harus siap mendengar ocehan-ocehan tentangku yang nggak penting diluar sana, mulai dari nggak laku, sok jual mahal, suka cewek, dll. Selain itu, Aku juga harus kuat menahan diri ketika cowok yang aku suka menyatakan perasaannya padaku, ditambah lagi teman-teman sepermainanku punya pacar semua. Waktunya aku memohon perlindungan kepada Alloh Swt. dari godaan syaitan yang terkutuk.