Sejak mencicipi rasa kue kastengel berpuluh tahun lalu, kue khas lebaran ini sudah mencuri hati saya dan langsung menduduki tahta tertinggi untuk kue lebaran versi saya. Di keluarga saya dulu, saingan saya makan kue kastengel selama Ramadan dan Idul Fitri hanya bapak.
Adik saya lebih suka putri salju, kue khas lebaran yang diselimuti salju berupa gula halus. Sedangkan ibu saya, tidak suka keju, dan lebih memilih makan nastar dibandingkan kue-kue lebaran lainnya. Bahagia banget rasanya saat orang tua membeli kastengel sebagai sajian kue lebaran di rumah dan saya bisa memonopolinya. Bapak saya jelas pasti ngalah lah buat anaknya 😛
Mumpung momennya tepat, dalam tulisan kali ini saya mau bercerita lebih banyak deh tentang kastengel, kue lebaran favorit saya ini.
Kue kastengel, yang populer saat lebaran di Indonesia, berasal dari Belanda. Nama “kaastengel” sendiri berasal dari kata Belanda “kaas” yang berarti keju dan “stengel” yang berarti batang. Kue ini awalnya dikenal sebagai “kaasstengels”, yang secara harfiah berarti “batang keju”.
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, banyak pengaruh budaya Belanda yang masuk termasuk dalam bidang kuliner. Kue kastengel merupakan salah satu hasil akulturasi tersebut. Resepnya berupa adonan berbasis keju yang dipanggang, biasanya dalam bentuk batang kecil, dan memiliki cita rasa yang gurih.