Paling tidak, selama 4 episode Midnight Mass, saya jadi tahu bagaimana sekolah minggu di gereja katolik berlangsung. Jemaat berkumpul memenuhi kursi, putra altar kemudian datang dari belakang mengiringi pendeta yang akan memberi ceramah di mimbar dengan kutipan ayat ayat Injil, melantunkan nyanyian, dan terakhir ada sebuah sesi memberi jemaat tegukan anggur dari cawan. Tetapi, Midnight Mass bukanlah film religi meski nampak bahwa mayoritas tokoh di series ini sangat religius. Midnight Mass adalah serial vampire yang menciptakan monster dari jiwa jiwa manusia yang blind faith.
Tidak ada tanda-tanda Monsinyur Pruitt kembali ke Pulau Crockett setelah kepergiannya dari Vatikan. Kealfaannya kemudian digantikan oleh seorang Romo muda bernama Paul. Ia adalah orang yang sangat kharismatik dan penuh simpati. Kehadirannya sangat diterima oleh masyarakat Crock Pot (pelesetan dari Crockett). Lambat laun, Ia menjadi sangat dielukan setelah membuat seorang gadis yang bertahun tahun duduk di kursi roda mendadak bisa berdiri dan berjalan kembali. ‘Mukjizat’ ini bukan satu satunya, seorang nenek tua yang telah mengalami demensia tiba tiba menjadi beberapa tahun lebih muda, dan mampu mengingat semuanya. Seorang pecandu alkohol insyaf dan tiada lagi mabuk mabukkan. Penduduk menjadi heboh dan berbondong bondong sangat antusias setiap kali ada kesempatan Misa. Gereja penuh, tiap orang penuh sukacita dan semakin religius, mendengarkan apapun yang dikatakan oleh Romo Paul.
Semua Mukjizat itu benar adanya, tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, namun benar benar terjadi. Tetapi satu hal yang belum disadari oleh semua orang adalah, bukan Tuhan yang menurunkannya, melainkan sebuah makhluk aneh bertingkah laku seperti Vampire yang suka meminum darah manusia. Kalau kamu pernah nonton Splice (2009) perawakan makhluk ini sungguh mirip. Ia tidak datang tiba tiba. Adalah Romo Paul yang membawanya dan bersekutu untuk menghadirkan mukjizat demi mukjizat itu.
Sebetulnya, Romo datang dengan prioritas utama untuk menyembuhkan si nenek demensia yang punya hubungan masa lalu dengannya. Tetapi, oleh sebab banyak orang yang juga telah Ia sembuhkan dari berbagai penyakitnya, Ia tidak bisa menghalangi bahwa banyak orang memujanya, terutama Bev Keane orang paling dekat dengan Romo. Ia adalah seorang guru dan juga pengurus gereja.
Bev Keane mampu mempengaruhi semua orang dengan menjustifikasi apapun melalui ayat ayat di kitab suci (sounds familiar, huh?). Ia bahkan adalah orang pertama yang tahu bahwa sebetulnya Romo Paul adalah Monsinyur Pruitt itu sendiri yang atas kehendak Vampire mengubah Ia menjadi kembali muda. Bev juga tahu bahwa Monsinyur membunuh seseorang dan meminum darahnya. Ia tidak peduli fakta itu, Ia hanya mempercayai bahwa itu semua adalah keinginan Tuhan yang diteruskan melalui Vampire (yang Ia sebut malaikat) kepada Monsinyur.
Cerita ini mungkin terlalu rumit untuk diceritakan semua melalui tulisan. Tetapi pada akhirnya, pesan sang sutradara Mike Flanagan cukup jelas, bahwa manusia seperti Bev Keane jelas lebih mempercayai bahwa segala sesuatunya benar tanpa skeptisme. Keyakinan buta mencerminkan bagaimana Ia melihat sesuatu yang jahat adalah sebuah mukjizat dan kehendak Tuhan. Ia menghalalkan apapun atas nama Injil, dan disadari atau tidak, Ia menciptakan monster yang justru paling berbahaya, yaitu dirinya sendiri. Lantas membawa penduduk pada kesesatan yang fatal.
Saya merekomendasikan series ini, yang sangat filosofis. Meski diawal nampaknya berjalan lambat, tetapi setelah episode 4, ceritanya menjadi cukup intens. Dan kemampuan akting Samantha Sloyan sebagai Bev Keane adalah yang terbaik. Saya lupa kalau dia hanyalah sedang akting, kekesalan saya sungguh real adanya. haha
Midnight Mass dapat ditonton di Netflix.