Kalau memasuki bulan suci Ramadan, rasanya diri ini ingin kembali menggunakan mesin waktu ke masa kecil. Banyak hal yang saya lakukan dan membuat rindu ingin mengulanginya.
Saya rasakan saat kecil, puasa satu hari itu terasa sangat lama. Namun, saat dewasa sangat cepat sekali. Mungkin kesibukan saat dewasa yang menyebabkan kita merasa hal itu terasa sangat cepat sementara waktu kecil yang ditunggu adalah saat berbuka saja.
Waktu kecil, saya memiliki teman-teman yang sangat menyenangkan dan saat dulu memang tidak ada smartphone, sehingga waktu kami diisi dengan bermain bersama dengan permainan tradisional. Walaupun, sudah ada playstation saat itu.
Setelah sahur biasanya kami langsung menuju ke masjid untuk salat subuh bersama dan hal ini sudah jarang ditemukan lagi sekarang karena anak-anak setelah sahur akan bermain gadget sambil menunggu panggilan ibu untuk salat.
Setelah melaksanakan salat subuh di masjid, biasanya kami jalan-jalan subuh di sekitar rumah, banyak keseruan sebenarnya di sini. Kami hanya jalan-jalan saja melihat bagaimana ramainya orang dan kebanyakan berjalan kaki ya, tidak menggunakan motor. Kalau remaja puber biasanya mereka senang jalan subuh adalah melihat gebetan mereka (walaupun ini nggak boleh, ya!). Terdengar juga bunyi petasan di mana-mana dengan berbagai macam bentuknya. Ada yang hanya terdengar suaranya, tapi yang menakutkan adalah petasan yang seperti mengejar. Herannya sudah tahu takut, tapi masih saja tidak kapok jalan-jalan setelah subuh.
Karena waktu itu presidennya Gusdur, maka full berada di rumah tidak ada kegiatan sekolah. Jadi, setelah pulang dari jalan-jalan biasanya bermain dulu di depan rumah ataupun mengobrol ngalor-ngidul sampai terasa mengantuk. Setelahnya, pulang ke rumah dan tidur sampai menjelang Zuhur.
Bangun tidur, ya mandi lalu menonton televisi dan itu pun kami lakukan di rumah salah satu teman karena lebih seru kalau nonton bersama-sama. Tayangan televisi yang ditonton, contohnya Lorong waktu dan amigos x siempre. Setelahnya, kami isi dengan permainan lagi. Seperti, bermain ular tangga, monopoli, congklak, bola bekel, dakocan, dan lain sebagainya.
Nah, kalau kami mengadakan buka bersama, biasanya kami sumbangan untuk memasak menu takjil bareng karena waktu aku kecil penjual takjil tidak banyak seperti sekarang atau kami bawa makanan masing-masing di rumah (disebut bancakan) dan di makan bersama saat berbuka.
Kami melaksanakan salat tarawih di masjid, ya biasanya sih sambil bermain-main (Namanya anak-anak, ya). Ada yang bermain perang sarung, atau yang dewasa liatin gebetan lagi salat tarawih dengan hati berdebar-debar.
Setelah salat tarawih, kami berebutan untuk meminta tanda tangan imam masjid karena dari sekolah kami mendapatkan buku kegiatan Ramadan yang harus diisi dan ditandatangani. Biasanya juga untuk ceramah diisi dari kultumnya pak Quraisy Sihab saat menjelang berbuka ada di Tv langsung dicatat dengan terburu-buru.
Malamnya terkadang mengikuti tadarus di masjid. Namun, terkadang mengaji di rumah saja sebelum tidur saya diwajibkan oleh orangtua untuk membaca Al-Qur’an. Waktu kecil tidak harus khatam selama sebulan, namun saat sudah baligh diwajibkan untuk bisa khatam dalam sebulan.
30 hari menjalankan ibadah puasa saat kecil itu sangat berkesan. Keseruan menjalankan ibadah bersama itu terasa, bahkan membekas sampai saat ini. Terkadang jika kembali ingatan di kepala menuju ke moment itu rasanya ingin kembali menjadi anak-anak dan menikmati masa-masa itu.
Credit Photo : Pinterest
seru ya kak ramadan waktu kecil rasanya pengen mengulang kembali
Sangat seru kak, jika diingat ingin kembali ke masa kecil aja rasanya heehee