Dulu sekali, saya bahkan senang bermain hujan bersama adik-adik saya. Setiap kali hujan datang, yang ada di pikiran saya adalah pergi keluar rumah, menyambut air dari langit sambil tertawa riang. Kadang, saya mencari teritisan setiap atap rumah untuk mendapatkan sensasi guyuran air yang lebih deras lagi.
Tidak ada yang melarang saya bermain hujan kecuali ketika ada petir, dan itu jarang sekali. Kesukaan saya dengan hujan terus berlanjut hingga masa kuliah. Tentunya tidak sampai bermain hujan lagi. Hanya menatap hujan dari jendela saja. Seringnya sambil menulis puisi karena entah kenapa, suara hujan dan suasananya itu mengundang banyak inspirasi ke kepala saya, hehe.
Maka, saya sering heran ketika ada orang yang tidak menyukai hujan. Bahkan ponakan saya sendiri sangat takut ketika hujan turun. Ia bisa sampai menangis bahkan saat berada di dalam kelas.
Tapi belakangan ini, ketakutannya pada hujan pun menular pada saya. Jujur, saya merasa kurang nyaman berada sendirian di rumah kala hujan turun. Bukan tanpa alasan, tapi memang hujan yang sekarang-sekarang ini turun hampir selalu disertai petir yang menggelegar dan angin kencang.
Saya tidak bisa menikmati hujan seperti dulu saya selalu menunggunya. Alih-alih memandang hujan dari jendela, saya hampir selalu pergi ke kemar dan menutup tubuh saya dengan bantal dan selimut, hehe. Ironisnya, hujan petir dan angin kencang seperti ini seringkali datang tiba-tiba. Padahal di pagi hari, cuaca cerah dan tenang, siang yang terang, lalu tiba-tiba hujan.
Belum lagi, akibat yang ditimbulkan oleh derasnya hujan ini. Dulu, saya jarang sekali (bahkan hampir tidak pernah) mendengar berita tentang banjir yang ada di kota tempat saya tinggal. Tapi belakangan, santer berita ‘Lampung Banjir’, ‘Beberapa Kawasan Di Lampung Dilanda Banjir’, ‘Banjir melanda Lampung Setelah Diguyur Hujan Deras’, dan sebagainya itu.
Iya. Apa yang baru saja saya ceritakan itu merupakan salah satu akibat dari perubahan iklim. Sampai segitunya ya? Memang. Sini simak sebentar paparan saya.
Bumi dan segala isinya memang dianugerahi untuk manusia, hewan, tumbuhan, dan semua makhluk hidup yang tinggal disana. Semuanya terus menerus bersiklus. Hidup, mengolah apa yang ada, lalu mati. Begitu seterusnya.
Namun, proses yang ada tidaklah sesederhana itu. Manusia terus menerus berinovasi untuk menemukan hal-hal yang bisa memudahkan hidup, tapi di sisi lain pun menghasilkan sampah yang lama-kelamaan semakin menumpuk.
Populasi manusia yang semakin banyak memaksa kita menjadikan kawasan hijau sebagai perumahan untuk tempat tinggal. Industri yang semakin maju pun memaksa manusia mengubah hutan menjadi pabrik-pabrik. Dari sinipun udara semakin lama semakin tercemar dengan limbah dan sampah rumah tangga.